Sukses

Repatriasi Dividen Semakin Menekan Rupiah

Pemerintah telah mencegah terjadinya repatriasi dividen tersebut dengan memberikan insentif.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom memperkirakan sampai tengah tahun ini nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih akan tertekan cukup dalam. Salah satu penyebabnya adalah adanya repatriasi dividen dari perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia.

Ekonom PT Bank Sentral Asia Tbk (BCA), David Sumual memperkirakan, nilai tukar rupiah tidak akan menguat hingga semester I 2015 ini. Bahkan ia melihat bahwa kemungkinan besar nilai tukar rupiah akan tertekan lebih dalam.

Penyebab utamanya adalah adanya repatriasi dividen atau pembagian dividen sejumlah perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia kepada pemegang saham di luar negeri sehingga mengakibatkan larinya modal keluar (capital outflow).

"Repatriasi dividen tersebut membuat tekanan terhadap neraca pendapatan pada kuartal II lebih besar lagi sehingga rupiah bisa melemah," tuturnya saat Diskusi Bincang senator 2015 "Gejolak dan Masa Depan Rupiah" di Brewerkz Restaurant & Bar, Jakarta, Minggu (29/3/2015).

Menurut David, pemerintah memang telah mencegah terjadinya repatriasi dividen tersebut dengan memberikan insentif. Namun menurutnya, insentif tersebut kurang dalam. pemerintah memberikan insentif berupa penghapusan pajak penghasilan (PPh) atas dividen bagi investor yang menginvestasikan kembali hasil keuntungannya menjadi modal di Indonesia.

Sebelumnya, pemerintah mengenakan PPh final atas dividen sebesar 10 persen yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2009 tentang pajak penghasilan atas dividen yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Dengan insentif tersebut, pemerintah menghapus PPh final atas dividen ini menjadi 0 persen.

Sudah Menduga
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)  2014-2019, Ajiep Padindang pun prihatin dengan pelemahan rupiah ke level Rp 13.000 per dolar AS. Pihaknya menilai pemerintah dan Bank Indonesia (BI) kurang peka terhadap pergerakan kurs yang sudah memberi sinyal pelemahan sejak akhir 2013.

Ajiep mengaku pernah mengglar rapat kerja dengan Gubernur BI Agus Martowardojo dan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pada akhir Februari lalu. DPD mengingatkan bahwa kurs rupiah berpotensi tembus Rp 13.000 per dolar AS.

"Tapi respons Gubernur BI kurang peka. Bahkan pada rapat saat itu, pemerintah tidak punya kebijakan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah meski ada peluang rupiah bergerak Rp 14.000 per dolar AS," ujar dia.

Hingga akhirnya pemerintah dan BI, kata Ajiep, tetap mematok nilai tukar rupiah Rp 12.500 per dolar AS dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. "Tapi justru Gubernur BI salah. Kami yang melakukan kajian budget office penyelenggaraan keuangan merasa prihatin dan khawatir dengan kondisi tersebut," paparnya. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.