Sukses

Produksi AS Turun, Harga Minyak Naik

Harga minyak mentah di AS untuk pengiriman Mei ditutup pada level US$ 50,09 per barel di New York Mercantile Exchange.

Liputan6.com, New York - Harga minyak di Amerika Serikat (AS) melonjak. Nilai kenaikan dalam perdagangan kemarin merupakan nilai tertinggi dalam dua bulan terakhir. Penyebab melonjaknya harga minyak karena pelaku pasar melihat produksi minyak mentah di AS telah mendekati puncaknya.

Mengutip Wall Street Journal, Kamis (2/4/2015), Harga minyak mentah di AS untuk pengiriman Mei ditutup pada level US$ 50,09 per barel di New York Mercantile Exchange. Level tersebut naik 5,2 persen pada hari tersebut. Kenaikan terbesar sejak 3 Februari lalu. Harga minyak Brent sebagai patokan global, naik US$ 1,99 atau 3,6 persen ke level US$ 57,10 per barel di ICE Futures Europe.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Departemen Energi Amerika Serikat, produksi minyak mentah di AS turun pada pekan lalu. Kejadian tersebut merupakan pertama kalinya di tahun ini. Produksi minyak mentah di AS turun sebesar 0,4 persen atau 36 ribu barel per hari.

Para analis memperkirakan, penurunan tersebut bisa mendongkrak kembali harga minyak yang selama beberapa bulan terakhir selalu berada di posisi rendah. "Mungkin ini tanda bahwa produksi minyak di AS telah mencapai puncaknya," jelas Lipow Oil Associates, Houston, AS, Andy Lipow.

Beberapa perusahaan energi telah mengeluarkan pernyataan bahwa mereka akan melakukan pemotongan anggaran hingga miliaran dolar karena harga minyak terus berada di level rendah. Beberapa pekerja yang berada di pertambangan akan mereka tarik pulang.

Para analis dan pedagang melihat, langkah yang dilakukan oleh perusahaan energi tersebut menjadi tanda bahwa produksi minyak mentah akan mengalami penurunan.

Analis Cohen & Steers Inc,  Ben Ross memberikan catatan, harga saat ini belum terlalu stabil. Masih ada kemungkinan untuk kembali naik tetapi juga besar kemungkinan untuk turun ke level yang lebih dalam.

"Saat ini beberapa produsen minyak sedang memompa produksi sebanyak-banyaknya," jelasnya. Perusahaan-perusahaan di Amerika dan negara-negara yang tergabung dalam OPEC tak mau menahan produksi sehingga masih banyak kemungkinan yang terjadi ke depannya.

Ke depan ada beberapa sentimen yang bisa mempengaruhi harga minyak.

Kemarin, harga minyak sempat mengalami kenaikan karena nilai tukar dolar AS tertekan. tekanan tersebut membuat para pembeli minyak yang bertransaksi mengunakan mata uang lainnya bisa memperoleh keuntungan yang lebih besar. Ke depan jika nilai tukar dolar AS kembali tertekan maka harga minyak juga akan terdongkrak.

Sentimen lainnya adalah mengenai negosiasi program nuklir di Iran. Jika Iran tetap menjalankan program tersebut ada kemungkinan negara tersebut akan mendapat sanksi dari negara barat. Sanksi yang mungkin terjadi adalah pembatasan ekspor minyak sehingga bisa membuat harga minyak melambung. (Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.