Sukses

YLKI Ungkap Kemarahan Rakyat Soal BBM

Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai, sistem transportasi belum mendukung harga BBM naik turun.

Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan pemerintahan Joko Widodo untuk melepas harga bahan bakar minyak (BBM) pada‎ mekanisme pasar atau harga keekonomian menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat.

Fluktuasi harga BBM dalam kurun waktu dua kali dalam sebulan memicu kemarahan warga tanpa diiringi kesiapan pemerintah mengontrol harga kebutuhan di pasar.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengungkapkan, masyarakat belum siap dengan naik turunnya harga BBM. Alasannya, sambung dia, pemerintah sangat tidak siap dengan dampak fluktuasi tersebut.

"Masyarakat sangat marah dengan model naik turunnya harga BBM tanpa diikuti kesiapan. Sistemnya belum mendukung untuk model itu, seperti sistem transportasi, harga kebutuhan pokok dan lainnya. Jadinya tragis," ucap dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Minggu (5/4/2015).

Tulus menjelaskan, masyarakat berang ketika harga BBM menurun, ‎tarif angkutan umum dan harga kebutuhan pokok tidak ikut turun. Sementara saat harga jual BBM naik, seperti menjadi kesempatan bagi pedagang dan operator jasa angkutan untuk menaikkan tarif.

"Jangan mencabut subsidi atau menerapkan mekanisme pasar jika di lapangan belum siap untuk dilakukan tarif pasar. ‎Jika tidak bisa mengatasi dampaknya, tidak usah jadi pemerintah, mereka digaji besar," sindir Tulus.

Terpisah, Deputi Statistik, Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo mengungkapkan, usulan perubahan harga BBM setiap enam bulan hanya akan memicu dampak kenaikan harga jual lebih besar dibanding per dua minggu sekali.

"Lebih enak yang sekarang, kalau enam bulan tiba-tiba menaikkan Rp 1.000 per liter maka dampaknya akan besar sekali ke inflasi. Kalau yang sekarang moderat dan bisa kami handle inflasinya," kata dia.

Sasmito menambahkan, naik turunnya harga BBM lebih dikeluhkan oleh pedagang atau pengusaha untuk menetapkan struktur biaya operasional.

Namun Sasmito mengaku, masyarakat perlu terbiasa dengan kebijakan fluktuasi harga BBM sehingga ke depan tidak akan ada lagi masalah. "Yang penting naik turunnya harga BBM enggak tajam. Itu sih intinya," pungkas Sasmito. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.