Sukses

Ini Alasan Kementerian Agraria Kukuh Hapus PBB Masyarakat Miskin

PBB sejatinya adalah bea yang dikenakan atau diwajibkan bagi subjek pajak, bukan pada objek pajak seperti tanah dan bangunan.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) masih terus mengkaji reformulasi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi masyarakat golongan tidak mampu.

Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan mengatakan reformulasi ini dilakukan sebagai bentuk pengendalian pemerintah terhadap harga tanah yang menjadi kebutuhan serta agar NJOP mendekati harga pasar.

"NJOP penting agar pemerintah tidak lepas kendali pada harga tanah. Karena lahan hanya segitu sedangkan kebutuhan manusia bertambah dan berkembang," ujarnya di Kantor Kementerian ATR, Jakarta, Senin (6/4/2015).

Selain itu, PBB sejatinya adalah bea yang dikenakan atau diwajibkan bagi subjek pajak, bukan pada objek pajak seperti tanah dan bangunan. Dengan demikian, Ferry berpendapat perlu dipertimbangkan kemampuan subjek pajak untuk membayar PBB, yaitu lewat cara diberikan keringan atau penghapusan.

"Jadi meski seseorang tinggal di lahan premier, tapi tetap akan disesuaikan dengan kemampuan," lanjut dia.

Dia menjelaskan, nantinya subjek pajak yang akan mendapatkan keringanan atau penghapusan PBB antara lain pekerja sektor informal, pensiunan, POLRI, TNI, anggota veteran, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), masyarakat pemegang kartu keluarga sejahtera (KSS) dan rumah untuk kepentingan sosial seperti panti jompo dan panti asuhan.

"Kita pakai data dari Kementerian Sosial. Pengurangan kita lakukan sesuai dgn kemampuan subjek pajak. Alternatifnya antara penghapusan atau pengurangan," kata dia.

Ferry juga membantah penerapan kebijakan tersebut lantaran hingga saat ini banyak subjek pajak yang tidak membayarkan PBB kepada negara.

"Saat pembebasaan sempat berpikir menjadi pajak terhutang. Jadi saat dia jual lahan dan proses sertifikat balik namanya baru dibayar, tetapi ini menyangkut orang tua, nanti tidak tenang menghadapi kehidupan. Tapi fomulasinya mencari yang tepat, yang penting masyarakat tidak terbebani PBB," jelasnya.

Ferry menyatakan bahwa pihaknya juga akan menyiapkan sanksi bagi subjek pajak golongan mampu yang melakukan manipulasi data agar mendapatkan keringanan atau penghapusan PBB ini.

"Nanti kita minta sumber pendapatan. Akan ada sanksinya, dia kan masuk pengemplang pajak," ungkapnya.

Ferry berharap kebijakan ini mulai bisa diterapkan pada tahun depan dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres) sebagai payung hukum.

"Bisa PP atau Perpres. Ini pasti 2016 (bukan 2015), berkaitan dengan APBN dan APBD agar tidak ada potensi lost. Tidak perlu menunggu revisi Undang-Undang," tandasnya.(Dny/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.