Sukses

Menteri BUMN Minta Fasilitasi Lindung Nilai Tak Hanya Dolar AS

Saat ini beberapa BUMN bertransaksi menggunakan mata uang selain dolar AS seperti Yen untuk melakukan kegiatan ekspor impor.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menyambut baik adanya aturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) yang memfasilitasi lindung nilai (hedging)‎ bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia. Menteri BUMN meminta kepada BI agar fasilitas hedging tersebut tidak hanya berhenti untuk rupiah dengan dolar AS saja.

"Tadi saya bicarakan dengan Pak Agus, kalau bisa lindung nilai tidak hanya dolar AS dengan rupiah, tapi currency lain juga, apakah itu dengan Yen atau mata uang lainnya," kata Rini di Gedung Bank Indonesia, Jumat (10/4/2015).

Dijelaskannya, lindung nilai dengan beberapa mata uang lain akan membantu perusahaan-perusahaan yang bernaung di bawah BUMN dalam mengurangi kerugian terhadap pelemahan nilai tukar akibat gejolak ekonomi dunia.

Tidak hanya itu, saat ini banyak BUMN yang juga menggunakan transaksi mata uang lain seperti dengan Yen dalam hal kegiatan perdagangan dengan Jepang.

‎"Jadi memang saya betul-betul melihat ke depan kalau kita dapat terus mengembankan transaksi lindung nilai secara accountable saya yakin BUMN kita makin maju," tegas dia.

Menanggapi apa yang diminta mantan Ketua Tim Transisi Presiden Jokowi-JK tersebut Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengaku akan segera merealisasikan fasilitas lindung nilai dengan mata uang lain tersebut.

"Kami akan teruskan hal itu, memang Jepang dengan Indonesia memiliki kerja sama yang baik dimana ekspor Indonesia ke Jepang juga sangat besar‎," papar Agus. Untuk itu dirinya meminta kepada seluruh pihak perbankan untuk mempersiapkan pelayanan tersebut dalam mewujudkan sinergi antar BUMN.

Saat ini, beberapa perusahaan memang sudah memanfaatkan fasilitas lindung nilai. Terakhir, PT PLN (Persero) menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan tiga bank BUMN yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Penandatanganan ini‎ dilakukan untuk mengurangi risiko kerugian perusahaan akibat utang dalam bentuk dolar AS.

Kebutuhan dolar PLN sampai saat ini cukup tinggi mengingat sebagian besar bahan baku infrastruktur listrik masih impor. "Saat ini kami juga telah mempunyai pinjaman valuta asing yang tinggi, kami setiap bulan ada pembayaraan dengan mata uang asing oleh karena itu untuk memitigasi valuta asing terhadap rupiah maka kami lakukan hedging ni," kata Direktur Utama PLN, Sofyan Basir.

Dengan adanya fasilitas lindung nilai dari pemerintah tersebut dikatakan Sofyan akan membantu perseroan dalam menjalankan misi Presiden Joko Widodo untuk membangun pembangkit listrik 35 ribu Mega Watt (MW) untuk lima tahun ke depan.

Untuk membuat tambahan pasokan listrik tersebut PLN memperkirakan kebutuhan dananya mencapai Rp 1.200 triliun. Dimana dari total kebutuhan tersebut sebanyak Rp 600 triliun akan dipenuhi oleh PLN. "Mengingat terbatasnya sumber dalam negeri dan APBN maka kami membutuhkan pendanaan dari luar negeri," tegas Sofyan. (Yas/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.