Sukses

Hadapi Pasar Bebas ASEAN, Pemerintah Harus Mampu Lindungi Buruh

Jumlah angkatan kerja Indonesia yang berlatar belakang SMA dan pendidikan tinggi hanya sebanyak 40,2 juta orang.

Liputan6.com, Jakarta - Komite Persiapan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KP-KPBI) mendesak Kementerian Tenagakerja untuk segera menyelesaikan kasus perburuhan serta membuat undang-undang untuk perlindungan buruh. Hal itu diperlukan, pasalnya Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera berlangsung pada akhir tahun ini.

Anggota KP-KPBI, Sukanti menilai, selama ini pemerintah belum serius untuk menangani persoalan buruh. Padahal, MEA yang merupakan liberalisasi pasar tenaga kerja menuntut tenaga yang kompeten. Berlangsungnya MEA juga memicu pemutusan hubungan kerja sepihak lantaran banyak buruh hanya mengenyam bangku SD sampai SMP.

"Buruh secara terus-menerus dihadapkan dengan kenyataan yang pahit. Selama 2 tahun, 2013-2014, data Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI) organisasi yang saya pimpin, sebanyak 1500 orang telah di PHK tanpa alasan yang jelas, belum lagi dari serikat buruh yang lain," kata dia dalam keteranganya, Jakarta, Senin (13/4/2015).

Sukanti menambahkan, berlangsungnya MEA juga akan memberikan ketidakpastian tenaga kerja. "Liberalisasi tenaga kerja ASEAN dianggap akan menghilangkan jaminan terhadap kepastian kerja, hal ini karena rekruitment tenaga kerja akan ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran jasa tenaga kerja yang kewenangannya ada ditangan perusahaan bukan negara," imbuhnya.

Dia bilang, berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) 2013, tenaga kerja Indonesia lebih banyak didominasi oleh mereka yang berlatarbelakang pendidikan belum tamat SD atau SD dan SMP yang menyentuh hingga angka 77,8 Juta orang.

Jumlah angkatan kerja Indonesia yang berlatar belakang SMA dan pendidikan tinggi hanya sebanyak 40,2 juta orang. Penelitian yang dilakukan oleh ADB dan ILO menyatakan bahwa dari total jumlah tenaga kerja Indonesia 63 persen dianggap memiliki ketrampilan di bawah kualifikasi standar.

Oleh sebab itu, dia meminta pemerintah bersikap pro buruh. Hal itu mengingat buruh telah mengalami banyak tekanan dari kebijakan pemerintah.

“Persoalan perburuhan cukup pelik. Belum lagi soal upah. Keputusan Menaker untuk mereview upah hanya 1 kali dalam 5 tahun, sangat tidak berpihak pada kepentingan buruh. Apalagi kebijakan-kebijakan Pemerintah yang mencabut subsidi BBM serta tidak adanya jaminan penurunan harga-harga kebutuhan pokok akan semakin membuat buruh sengsara”, tandas dia. (Amd/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini