Sukses

Neraca Perdagangan Surplus Belum Mampu Angkat IHSG

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah tipis 4,5 poin ke level 5.414,54 pada penutupan perdagangan saham Rabu pekan ini.

Liputan6.com, Jakarta - Rilis data neraca perdagangan Maret 2015 yang surplus US$ 1,13 miliar ternyata belum mampu mengangkat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari zona merah.

Pada penutupan perdagangan saham, Rabu (15/4/2015), IHSG turun tipis 4,5 poin (0,08 persen) menjadi 5.414,54. Indeks saham LQ45 malah bergerak di zona hijau dengan naik 0,04 persen ke level 940,61. Sebagian besar indeks saham acuan cenderung melemah pada hari ini.

Pada hari ini, IHSG sempat berada di level tertinggi 5.430,07 dan terendah 5.394,30. IHSG melemah terbatas menjelang penutupan perdagangan saham.

Ada sebanyak 166 saham melemah sehingga mampu menekan IHSG. Lalu 129 saham menghijau sehingga menahan pelemahan IHSG. Sedangkan 91 saham lainnya diam di tempat.

Total volume perdagangan saham mencapai 7,44 miliar saham dengan frekuensi perdagangan saham 214.497 kali. Nilai transaksi harian saham mencapai Rp 5,54 triliun.

Secara sektoral, sebagian besar sektor saham melemah kecuali sektor saham konstruksi naik 1,42 persen, sektor saham industri dasar mendaki 0,70 persen, dan sektor saham pertambangan menguat 0,20 persen.

Berdasarkan data RTI, investor asing cenderung melakukan aksi jual sekitar Rp 600 miliar. Sedangkan pemodal melakukan aksi beli bersih sekitar Rp 600 miliar.

Saham-saham yang menguat dan sebagai penggerak indeks saham antara lain saham BJBR naik 6,4 persen ke level Rp 915 per saham, saham BSDE mendaki 4,37 persen ke level Rp 2.150 per saham, dan saham SSMS menanjak 2,64 persen ke level Rp 2.135 per saham.

Sementara itu, saham-saham berkapitalisasi besar menekan IHSG. Saham PGAS turun 4,13 persen menjadi Rp 4.410 per saham, saham BBCA tergelincir 1,34 persen menjadi Rp 14.750 per saham, dan saham GGRM melemah 1,38 persen ke level Rp 49.875 per saham.

Kepala Riset PT Universal Broker Securities, Satrio Utomo menilai, neraca perdagangan surplus US$ 1,13 miliar pada Maret tidak mendorong investor untuk kembali membeli saham.

Pelaku pasar dinilai lebih khawatir terhadap perlambatan ekonomi yang terjadi. Hal itu lantaran Bank Indonesia (BI) masih tetap mempertahankan suku bunga di level 7,5 persen. Sebelumnya ada harapan pelaku pasar kalau BI Rate bakal turun. "Jadi tidak ada insentif dalam waktu dekat," kata Satrio.

Satrio menambahkan, ada laporan perlambatan ekonomi di Asia juga memberikan sentimen negatif ke bursa saham. Ditambah pertumbuhan ekonimi Indonesia diramal 5,2 persen. (Ahm/)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.