Sukses

Didominasi Swasta, Proyek 35 Ribu MW Bisa Bikin TDL Naik

Saat ini, kapasitas terpasang nasional sebesar 50 MW. Dengan tambahan 35 MW, maka rasio elektrifikasi meningkat menjadi 97 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Dominannya peran pihak swasta dalam proyek pembangunan pembangkit listrik [35 ribu megawatt (MW)](Saat ini, kapasitas terpasang nasional sebesar 50 MW. Dengan tambahan 35 MW, maka rasio elektrifikasi meningkat "") yang menjadi target pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikhawatirkan akan merugikan masyarakat. Pasalnya, dengan dominasi swasta tersebut harga listrik akan mengikuti mekanisme pasar.

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Yenny Sucipto mengatakan, hal ini lantaran nantinya sebagian besar kepemilikan pembangkit listrik tersebut adalah swasta asing. "Ini berpotensi terjadi komersialisasi sehingga merugikan masyarakat," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Fitra, Minggu (19/4/2015).

Yenny menjelaskan, dengan ada komersialisasi ini tentunya berpotensi mempengaruhi harga listrik menjadi lebih mahal karena kenaikan harga akan disesuaikan dengan pasar. Selain itu, subsidi pemerintah untuk listrik akan dikurangi dan disesuaikan dengan harga pasar.

"Jangan-jangan, saat swasta mendominasi dalam investasinya, kontribusi pada negara hanya pada dividen saja. Kemudian pada tarif dasar listrik, lebih banyak aturan mengarah pada mekanisme pasar dan ikut pada aturan swasta. Kita lihat di APBN 2015, TDL naik dan bebannya tinggi pada rakyat," tandasnya.

Seperti diketahui, pemerintah menetapkan sebanyak 109 proyek yang masuk dalam program pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35 ribu megawatt (MW) untuk periode 2015 hingga 2019.

Dari 109 proyek pembangkit berdaya total 36.858 MW ini, 74 proyek berkapasitas 25.904 MW diantaranya akan dikerjakan dengan skema pengembangan listrik swasta atau independent power producer (IPP) dan 35 proyek lainnya yang berdaya 10.681 MW dikerjakan PLN.

Secara lokasi, Jawa - Bali terdapat proyek pembangkit berkapasitas 18.697 MW, Sumatera 10.090 MW, Sulawesi 3.470 MW, Kalimantan 2.635 MW, Nusa Tenggara 670 MW, Maluku 272 MW dan Papua 220 MW. Total kebutuhan pendanaan selama periode 2015-2019 sekitar Rp 1.127 triliun yang terdiri atas PLN Rp 512 triliun dan swasta (IPP) Rp 615 triliun.

Pendanaan PLN diperuntukkan bagi proyek pembangkitan Rp 199 triliun dan transmisi serta gardu induk Rp 313 triliun. Sementara, kebutuhan pendanaan IPP Rp 615 triliun seluruhnya untuk pembangkitan.

Sesuai RUPTL 2015-2024, pemerintah memproyeksikan beban puncak listrik dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 6,1 persen pada 2015 akan mencapai 36.787 MW. Pada 2019, menjadi 50.531 MW dengan pertumbuhan ekonomi 7,1 persen. Dan pada 2024 menjadi 74.536 MW dengan asumsi pertumbuhan 7 persen.

Saat ini, kapasitas terpasang nasional sebesar 50 ribu MW. Dengan tambahan 35 ribu MW, maka rasio elektrifikasi meningkat dari 84 persen pada 2015 menjadi 97 persen pada 2019. (Dny/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.