Sukses

Pengembangan Perkebunan Sawit Berpotensi Timbulkan Konflik Sosial

Pada tahun ini terdapat 776 komunitas yang berkonflik dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Liputan6.com, Jakarta - Target pemerintah untuk mengembangkan sektor kelapa sawit dengan memperluas lahan tanam komoditas tersebut hingga mencapai 25 juta hektar pada 2020 dinilai akan mengancam kelestarian alam dan berpotensi menimbulkan konflik sosial.

Peneliti Sawit Watch, Roland S mengatakan, Indonesia menjadi negara dengan perkebunan kepala sawit terluas di dunia dengan luas lahan 14,3 juta hektar (ha) saat ini. Namun perkebunan kelapa sawit ini sebagian besar dilakukan dengan mengkonversi kawasan hutan alam dan ekosistem gambut.

"Kita memahami, selain berdampak positif, pembangunan perkebunan kelapa sawit juga mengakibatkan persoalan sosial dan lingkungan," ujarnya di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (26/4/2015).

Dalam catatan Sawit Watch, pada tahun ini terdapat 776 komunitas yang berkonflik dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Konflik diperkebunan ini didominasi oleh perebutan kuasa atas tanah antara perkebunan dengan masyarakat lokal atau adat. "Juga didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar yang memiliki sindikasi keuangan dari luar negeri," lanjutnya

Sedangkan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari ekspansi perkebunan sawit skala besar yaitu rusaknya keanekaragaman hayati, peningkatan emisi gas rumah kaca, deforestasi yang masif, penitipsan nutrisi tanah, kekeringan dan polusi air. "Kerusakan hutan ini mengakibatkan bencana lingkungan, baik banjir maupun kekeringan dan kebakaran," tandas dia.

Industri Hilir Sawit

Bisnis industri hilir kelapa sawit pada 2014 lalu tidak terlalu menggembirakan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Gabungan Industri Minyak Nabati (GIMNI), ekspor dalam bentuk hilir sawit atau Processed Palm Oil (PPO) di tahun lalu lebih rendah jika dibanding dengan 2012 dan 2013.

Sahat Sinaga, Ketua GMNI mengatakan, di 2014 volume ekspor sawit sebesar 23,6 juta ton dengan komposisi ekspor berupa CPO sebanyak 9,9 juta ton atau porsinya mencapai 43 persen. Sementara dalam bentuk PPO porsinya sebesar 58 persen dengan volumenya 13,7 juta ton.

Sedangkan di 2013, volume ekspor sawit sebesar 22,9 juta ton. Rinciannya, ekspor CPO sebesar 8,9 juta ton dengan porsi 38 persen dari total volume ekspor. "Sebagian besar atau 61 persen dengan nilai 13,9 juta ton merupakan ekspor PPO," jelasnya.

Untuk 2012, jumlah total ekspor produk sawit sebanyak 20,7 juta ton yang terdiri dari ekspor CPO sebanyak  8,1 juta ton  atau 39,2 dan ekspor hilir sawit 12,6 juta ton atau 60,8 persen dari total.

Sahat melanjutkan, harga dan regulasi membuat eksportir lebih menyukai ekspor sawit kualitas CPO ketimbang PPO. Keadaan tersebut akan berlangsung setidaknya sampai dengan kuartal I 2015 ini. (Dny/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini