Sukses

Harga Minyak Tak Akan Pulih Dalam Waktu Dekat

Penurunan harga minyak berdampak sangat negatif pada harga komoditas

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak menurun drastis sejak tahun lalu terlebih saat Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) menolak memangkas jumlah produksi minyaknya pada November 2014 lalu. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, butuh waktu cukup lama untuk mengembalikan harga minyak ke posisi semula yaitu di atas US$ 80 per barel.

"Harga minyak tak akan meningkat dalam waktu cepat. Butuh waktu hingga setahun atau setahun setengah agar minyak kembali ke harga normal di kisaran US$ 80-US$ 90 per barel," terang Bambang di acara Institute of International Finance (IIF) Asia Summit di Jakarta, Kamis (7/5/2015).

Bambang menjelaskan, bagi negara importir, kenaikkan satu dolar saja akan terasa sangat berat. Sementara produsen masih bisa melanjutkan produksinya meski harga minyak kembali naik ke kisaran harga normal.

Selain itu, Bambang mengatakan, penurunan harga minyak berdampak sangat negatif pada harga komoditas. Apalagi melihat kondisi saat ini, di mana harga minyak mulai pulih ke kisaran US$ 60 per barel, tapi rata-rata harga komoditas masih tetap rendah. "Harga komoditas jarang bisa rebound dengan cepat," pungkasnya.

Bambang juga mengatakan, hanya Amerika Serikat yang merasa harga minyak murah berdampak positif bagi konsumen. "Mayoritas negara di dunia terkena dampak penurunan harga minyak. Cuma AS yang merasa harga minyak rendah positif bagi konsumen," terangnya

Menurut Bambang, harga minyak rendah memang positif dalam jangka pendek tapi tidak untuk jangka menengah dan panjang. Pasalnya, harga minyak murah menyebabkan harga komoditas lain menjadi rendah.

Diceritakan Bambang, pernyataan mengenai hal tersebut diungkapkan oleh delegasi Amerika Serikat dalam roundtable tahunan Asian Development Bank (ADB) beberapa waktu lalu. Dalam diskusi di sesi pertama memang dipenuhi pembahasan mengenai harga minyak rendah. Namun di sesi kedua, pembahasan para petinggi negara itu beralih fokus pada harga komoditas.

"Karena kebanyakan negara yang hadir tidak produksi minyak, tapi mereka produksi teh, kopi, CPO seperti di Indonesia. Jadi perlu solusi global jangka panjang guna menghadapi harga minyak murah," tandasnya. (Sis/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini