Sukses

Perlambatan Ekonomi Bikin Rupiah Terpuruk

Kebijakan pemerintah dipandang belum mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi membuat rupiah terseret ke level 13.100 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan pemerintah yang dipandang belum mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional akhirnya kembali membuat rupiah terjerumus. Nilai tukar rupiah melemah hingga menyentuh level 13.100 per dolar AS.

Merujuk Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), Jumat (8/5/2015), nilai tukar rupiah melemah ke level 13.177 per dolar AS. Nilai tukar rupiah terkoreksi 112 poin dari penutupan di perdagangan sebelumnya yang berada di level 13.065 per dolar AS.

Sementara, data valuta asing Bloomberg menunjukkan nilai tukar rupiah melemah 0,18 persen ke level 13.171 per dolar AS pada perdagangan pukul 10:10 waktu Jakarta. Nilai tukar rupiah bahkan nyaris menyentuh level 13.200 per dolar AS di awal sesi perdagangan.

Hingga menjelang siang, nilai tukar rupiah tercatat masih berkutat di kisaran 13.119 per dolar AS hingga 13.196 per dolar AS.

Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Dian Ayu Yustina menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah kali ini dipicu sentimen negatif dari dalam negeri. Adanya kekhawatiran terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional menjadi salah satu penyebab melemahnya rupiah lebih jauh.

"Kebijakan pemerintah juga hingga saat ini dirasa belum mampu memperkuat pertumbuhan ekonomi di Tanah Air," terangnya saat dihubungi Liputan6.com.

Pekan ini, Badan Pusat Statisitik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2015 mencapai 4,71 persen secara tahunan (year on year/yoy), atau turun dibandingkan kuartal I 2014 sebesar 5,21 persen. Dalam data BPS, perlambatan pertumbuhan ekonomi RI dipengaruhi melemahnya perekonomian di China.

Penyebab lainnya adalah pelemahan harga minyak mentah dunia. Kemudian penurunan nilai ekspor dan impor di kuartal I dibandingkan periode yang sama di tahun lalu.

Dian melanjutkan, penyebab lain pelemahan rupiah adalah isu keinginan pemerintah untuk memangkas suku bunga. Jika Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI Rate, maka imbal hasil yang didapat oleh investor di instrumen pasar uang juga akan menurun. Hal tersebut mengakibatkan larinya dana-dana asing (capital outflow).

Diakui Dian, secara musiman kebutuhan dolar AS dalam periode ini memang cukup tinggi, selain untuk pembiayaan impor juga untuk pembayaran dividen. "Jadi secara musiman memang rupiah cenderung melemah pada periode sekarang ditambah dengan sentimen negatif domestik tersebut," kata Dian.

Meski begitu, Dian menilai, Bank Indonesia akan mengambil langkah-langkah intervensi saat rupiah kembali ke kisaran 13.200 per dolar AS, level terlemahnya tahun ini. Hingga akhir tahun, Dian memprediksi nilai tukar rupiah masih akan berkutat di kisaran 13.000 per dolar AS.

Mengutip Bloomberg, mata uang di Asia memang mengalami penurunan yang cukup tinggi pada minggu ini. Pelemahan terbesar memang dialami oleh rupiah yang kemudian disusul oleh won Korea Selatan.

Terhitung, dana sebesar US$ 2 triliun telah keluar dari insturmen saham dan obligasi di seluruh dunia karena perlambatan ekonomi di China, ketidakpastian waktu kenaikan suku bunga Amerika Serikat dan prospek Yunani untuk keluar dari zona Eropa. 

"Kami melihat terjadi peningkatan yang cukup tajam pada aksi jual di obligasi," jelas analis BNP Paribas SA, Mirza Baig. (Sis/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini