Sukses

Produksi Minyak AS Kembali Naik, Pemulihan Harga Bakal Terhambat

Meningkatnya produksi minyak Amerika Serikat diprediksi akan menghambat pemulihan harga yang tengah terjadi saat ini.

Liputan6.com, New York - Setelah mengalami penurunan hingga ke level US$ 47 per barel pada akhir tahun lalu, harga minyak mentah kembali merangkak naik ke menjadi US$ 65 per barel pada awal Mei 2015 ini. Kenaikan yang tercatat sekitar 40 persen.

Meski penguatan harga minyak berjalan cukup cepat, tapi ada beberapa alasan yang dapat membuat pemulihan tersebut terhambat. Industri minyak Amerika Serikat yang muncul sebagai produsen besar dunia, mengangkut lebih banyak minyak ke pasar saat harga turun. Kondisi itu dapat menurunkan harga potensialnya.

Dilansir dari laman Financial Times, Senin (11/5/2015), dengan tambahan produksi AS, harga minyak tampaknya tak akan kembali ke harga tertinggi yang mampu dicetak pada pertengahan tahun lalu atau di level level US$ 100 per barel. Para produsen minyak yang bergantung pada harga minyak tinggi akan menemukan betapa sulitnya kondisi perdagangan komoditas tambang tersebut saat ini.

Pemulihan harga minyak tahun ini didorong jatuhnya produksi AS, dan meningkatkan prospek rendahnya produksi ke depan. Selain itu, ada juga pertumbuhan permintaan dari China dan gangguan ekspor Libya yang diprediksi akan memperkuat pasar minyak.

Beberapa analis beranggapan, penguatan harga minyak saat ini sebenarnya cukup prematur. Lagipula, saat ini dunia masih kelebihan pasokan yang dapat kembali menyeret turun harga minyak.

Prospek pertumbuhan produksi di AS yang akan membatasi pemulihan harga minyak telah dibahas sejak lama. Tapi beberapa minggu belakangan ini, bukti kenaikkan produksi AS telah menjadi realitas.

CEO Continental Resources, Harold Hamm mengatakan, harga US$ 70 per barel dapat memicu peningkatan produksi minyak kembali.

Sejauh ini, meski harga minyak telah menurun drastis, tapi para investor tetap menggelontorkan modal mendanai industri tersebut. Selain itu, kemajuan teknologi menunjukkan biaya produksi akan menurun.

Meski begitu, tak ada yang bertahan selamanya di pasar minyak. Dalam beberapa waktu ke depan, produksi minyak AS akan bertemu batasnya, sementara permintaan global diprediksi meningkat puluhan tahun ke depan.

Risiko-risiko geopolitik juga mengancam pasokan minyak AS. Meski begitu, saat ini pasar minyak menemukan momen di mana kondisi penurunan harganya akan bertahan lebih lama dari prediksi. "Kami tinggal dalam sejarah yang berulang," kata Hamm. (Sis/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.