Sukses

Pertarungan OPEC dengan Produsen Minyak AS Baru Dimulai

Lembaga energi global, International Energy Agency (IEA) menyatakan, pertarungan antara OPEC dan produsen minyak AS baru saja dimulai.

Liputan6.com, New York - Meski harga minyak telah turun drastis, organisasi negara-negara pengekspor minyak atau Organization of The Petroleum Exporting Countries (OPEC) tetap memutuskan untuk tidak memangkas produksi minyaknya demi mempertahankan pangsa pasar dari para produsen Amerika Serikat (AS) yang terus meningkatkan pasokan. Belakangan ini, produsen AS memang tampak kalah terhadap OPEC, soal pangsa pasar.

Badan energi dunia atau International Energy Agency (IEA) mengatakan, perebutan pasar minyak antara OPEC dengan produsen minyak AS sebenarnya baru saja dimulai. "Masih prematur untuk mengatakan bahwa OPEC telah memenangkan pertarungan atas produsen AS, soal pangsa pasar," ungkap para analis di IEA seperti dilansir dari CNBC, Kamis (14/5/2015).

Menurut IEA, keputusan anggota OPEC untuk tidak memangkas produksinya minyaknya demi mempertahankan harga minyak merupakan tahapan pertama dari rencana besar lain. Langkah lain yang akan diambil OPEC antara lain investasi dan peningkatan pasokan secara agresif pada kapasitas produksi.

Kuwait, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab bahkan telah meningkatkan jumlah sumur pengeborannya. Sementara Irak dan Libia terus meningkatkan produksinya.

Berbeda, pasokan minyak AS bahkan telah mencapai level tertingginya saat ini terhitung sejak Juli 2012. "Ternyata para produsen lain tak tinggal diam. Seiring dengan pasar minyak yang terus melakukan penyeimbangan, pertumbuhan pasokan minyak kini justru tumbuh dari berbagai sudut. Data fundamentalnya masih tergolong rentan," dalam laporan IEA.

Harga minyak telah anjlok cukup drastis dari posisi tertinggi sepanjang sejarah yaitu di level US$ 120 per barel pada Juni tahun lalu menjadi level terendah sekitar US$ 45 per barel pada Januari 2015. Meski memang, sejak Januari hingga saat ini harga minyak terus merangkak naik hingga kembali ke kisaran US$ 60 per barel.

Jatuhnya harga minyak secara dramatis ini dipicu lemahnya permintaan, penguatan dolar AS dan melonjaknya produksi minyak AS. Meski begitu, IEA beranggapan, keengganan OPEC memangkas pasokan minyaknya menjadi kunci dibalik jatuhnya harga komoditas tersebut.

Sementara itu, tingginya produksi minyak AS juga tampak menjadi tambahan tekanan pada harga minyak. Meski memang selama beberapa bulan terakhir, para produsen minyak AS sibuk mengurangi operasinya lantaran harga minyak yang terlalu rendah. (Sis/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini