Sukses

6 Isu Dibawa di Pertemuan Tingkat Menteri Perdagangan di Filipina

Penguatan WTO dan nasib perundingan Putaran Doha tetap menjadi prioritas dalam pertemuan Tingkat Menteri Perdagangan APEC tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Jelang pertemuan Tingkat Menteri Perdagangan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) pada 24-25 Mei 2015 di Boracay, Filipina, para pejabat senior menyelesaikan enam isu penting yang akan disepakati para menteri.

Kesepakatan itu terbentuk pada rangkaian sidang Komite Perdagangan dan Investasi yang juga berlangsung di Boracay, Filipina pada 11-16 Mei 2015.

Direktur Kerjasama APEC dan Organisasi Internasional Kementerian Perdagangan, Deny W Kurnia yang memimpin delegasi Indonesia menegaskan enam kesepakatan meliputi, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan perundingan Putaran Doha, pencapaian Tujuan Bogor 2020, Free Trade Area of the Asia Pacific (FTAAP), Program Keterhubungan (connectivity) APEC 2015-2025 bagi kelancaran perdagangan dan investasi, 'internasionalisasi' usaha kecil dan menengah (UKM), dan penguatan sektor jasa.

Dia menyatakan penguatan WTO dan nasib perundingan Putaran Doha tetap menjadi prioritas dalam pertemuan Tingkat Menteri Perdagangan APEC tersebut.

"Kelahiran dan keberadaan APEC adalah untuk memelihara dan memperkuat sistem perdagangan multilateral yang adil dan terbuka. Dengan demikian dukungan APEC bagi penyelesaian perundingan Putaran Doha yang adil sangatlah penting," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (19/5/2015).

Deny menjelaskan, agenda dalam Putaran Doha mencakup implementasi Paket Bali yang dihasilkan Konferensi Tingkat Menteri ke-9 WTO, yang terdiri atas pertanian, fasilitasi perdagangan, pembangunan, serta isu-isu negara kurang berkembang.

Komisi Perdagangan dan Investasi APEC bahkan menyiapkan pernyataan khusus tentang WTO. Pernyataan ini berisi seruan agar Konferensi Tingkat Menteri ke-10 WTO di Kenya, Desember 2015, harus berhasil mengembalikan pamor WTO sebagai lembaga utama pengatur perdagangan antarnegara, yang kini makin disaingi fenomena seperti Free Trade Agreement (FTA).

Selain itu, menurut Deny, Indonesia berkepentingan agar WTO segera merampungkan Program Kerja Pasca KTM-9 Bali dan penyelesaian Putaran Doha yang mengedepankan dimensi pembangunan.

"Liberalisasi sektor pertanian dunia harus mengedepankan pembukaan pasar bagi produk negara berkembang, perlindungan pasar negara berkembang, dan penghapusan subsidi di negara maju yang menyebabkan sektor pertanian mereka memiliki daya saing artifisial," tutur dia.

Sementara itu tentang FTAAP, Komite Perdagangan dan Investasi APEC sepakat membentuk task force yang bertugas mengkaji secara mendalam dan komprehensif Collective Strategic Study selama 7-9 bulan mendatang.

Tujuannya agar perjalanan panjang APEC menuju terwujudnya FTAAP menjadi semakin jelas. Diharapkan hasil kajian ini dapat menjadi dasar bagi pertemuan para pemimpin APEC di Peru akhir 2016 untuk memutuskan bagaimana dan kapan FTAAP terwujud.

Deny mengungkapkan, cita-cita FTAAP merupakan kelanjutan Tujuan Bogor 2020 bagi perdagangan dan investasi bebas dan terbuka di Asia Pasifik.

"Indonesia menginginkan agar kajian mengenai perdagangan dan investasi bebas dan terbuka APEC selalu memperhatikan jurang perbedaan tingkat pembangunan," lanjut dia.

Untuk itu, Indonesia berencana menyelenggarakan Trade Policy Dialogue pada Pertemuan Komite Perdagangan dan Investasi berikutnya. Harapannya agar APEC dapat mempertimbangkan liberalisasi atas beberapa produk perkebunan, kehutanan dan perikanan Indonesia yang menyumbang pada pengentasan kemiskinan dan pembangunan pedesaan.

Deny meyakini, keberhasilan pengentasan kemiskinan dan pembangunan pedesaan sangat ditentukan oleh kemampuan masyarakat untuk memasarkan hasil produksinya ke pusat-pusat penjualan. Karena itu, pada sidang APEC di Boracay berikutnya akan mendukung Program Keterhubungan (connectivity) APEC 2015- 2025, khususnya agar biaya dan waktu yang dibutuhkan bagi kegiatan perdagangan dan investasi menjadi semakin rendah.

"Perlu dilakukan reformasi besar di sektor jasa agar masing-masing ekonomi APEC menjadi lebih kompetitif. Indonesia mendukung Filipina tahun ini untuk memprioritaskan program-program peningkatan daya saing sektor jasa," jelas dia.

Deny mengakui banyak usulan anggota APEC yang kalah saing dengan upaya liberasi perdagangan. Sementara aspirasi itu belum dilakukan sepadan dengan program fasilitasi dan capacity building di sektor jasa.

Selanjutnya, Deny menegaskan program APEC lainnya adalah internasionalisasi UKM. Program ini ingin mengupayakan partisipasi UKM dalam jaringan rantai pasok maupun rantai nilai regional dan global. Dalam kaitan ini, UKM terus didorong untuk menjadi bagian dari proses produksi yang kini makin bersifat lintas negara.

“UKM harus mendapat akses lebih besar ke jaringan internet dan informasi pasar, diberikan kemudahan perizinan, ditingkatkan kapasitas manajemen dan produksinya, serta diberikan kelancaran jaringan distribusi barang dan jasa,” tambah Deny.

Seperti diketahui, sebagai kekuatan ekonomi, APEC saat ini mewakili 40 persen populasi dunia (2,8 miliar jiwa dari 7 miliar jiwa), 45 persen nilai total perdagangan dunia (US$ 20,8 triliun dari US$ 46,5 triliun) dan 58 persen GDP dunia (US$ 42,6 triliun dari US$ 74 triliun).

APEC beranggotakan 21 Ekonomi, di antaranya Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Selandia Baru, Phillipina, Singapura, Thailand, Amerika Serikat, Tiongkok (RRT), Hong Kong-China, Chinese-Taipei, Meksiko, Papua Nugini, Chile, Peru, Rusia, dan Vietnam.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Kerja sama Ekonomi Asia-Pasifik atau Asia-Pacific Economic Cooperation (#APEC), adalah forum ekonomi 21 negara di Lingkar Pasifik.

    APEC

Video Terkini