Sukses

Peter F. Gontha, Pengusaha yang Didapuk Jadi Dubes Polandia

Peter F. Gontha menjadi satu-satunya pengusaha diantara 22 dubes RI yang dilantik mantan presiden SBY pada 15 Oktober 2014.

Liputan6.com, Jakarta - Tugas sebagai Duta Besar RI di negara lain biasanya diemban sejumlah tokoh yang berkecimpung di dunia diplomasi. Namun nama Peter F. Gontha menjadi satu-satunya pengusaha diantara 22 dubes RI yang dilantik pada 15 Oktober 2014.

Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang kala itu masih menjadi orang nomor satu di Indonesia, melantik Peter F. Gontha sebagai Dubes RI untuk Polandia. Ucapan selamat terus mengalir di salah satu akun sosial media milik sang pengusaha, meski tak sedikit yang mengaku terkejut.

Pasalnya, sebelum dilantik sebagai Dubes RI untuk Polandia, Peter terkenal malang melintang di dunia musik . Terakhir, putra V Willem Gontha dan Alice ini memang mendirikan pertunjukkan musik berskala internasional, Java Jazz Festival dengan sang anak. Ini dilakukan sebagai rasa kecintaannya terhadap musik Jazz dan demi mengharumkan nama bangsa.

Sebagai satu-satunya pengusaha yang dilantik menjadi duta besar pada Oktober 2014 lalu, Peter F. Gontha memiliki reka, jejak yang sangat menarik untuk diikuti.

Berikut ulasan mengenai perjalanan bisnis singkat Peter F. Gontha sebelum akhirya menjadi Dubes RI untuk Polandia seperti dirangkum Liputan6.com, Jumat (22/5/2015):

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Pindah ke Belanda saat remaja

Pindah ke Belanda saat remaja

Dilahirkan pada 4 Mei 1948, Peter mulai mengecap bangku sekolah dasar Besuki di 1958. Lalu pada 1960, melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Kanisius. Namun dia kerap tinggal kelas. Akhirnya dia menamatkan pendidikan SMA pada 1967.

Di tahun yang sama, menurut Peter, orang tua memindahkannya ke Denhaag, Belanda tanpa visa dan berbekal uang US$ 200. Setibanya di Amsterdam, Peter mengaku tak tahu apa yang akan dikerjakannya.

Tak ada pilihan lain, dia lantas bekerja sebagai sopir taksi. Berkat kemampuan berbahasa Inggris, Belanda dan Indonesia yang fasih, dia memutuskan untuk pindah bekerja ke sebuah kapal. Saat itu, Peter mengaku memperoleh bayaran US$ 1.500 per bulan tanpa perlu membayar sewa tempat tinggal dan makan.

3 dari 5 halaman

Pulang dan bekerja di Indonesia

Pulang dan bekerja di Indonesia

Setelah bekerja keras selama enam bulan, Peter akhirnya berhasil mengumpulkan uang sebesar US$ 9.000. Lalu dia memutuskan kembali ke Indonesia dan diterima bekerja di Shell atas rekomendasi seorang teman.

Dengan modal US$ 9.000 itu, Peter mulai membangun usaha dan menikah muda, di usia 20 tahun. Tak berhenti sampai disitu, Peter menuturkan, dia menerima beasiswa belajar akunting di Praehap Institute Belanda dari Shell.

Dari pendidikannya itu, dia berhasil menguasai automatisasi sembilan bahasa komputer, akunting dan bisnis. Mencari tempat terbaik, dia kembali bekerja di Citibank pada 1975 lalu pindah di NCR Salesman pada 1979.

Di perusahaan tersebut, Peter mengaku mulai pertama kali berjualan komputer ke salah satu pejabat Sudono Salim dengan penghasilan US$ 25 ribu.

4 dari 5 halaman

Cari pekerjaan hingga ke Hong Kong

Cari pekerjaan hingga ke Hong Kong

Tidak puas, Peter terbang ke Hong Kong dan bekerja sebagai Kepala American Ekspress Bank Asia. Kala itu, usianya 32 tahun.

Bank tersebut mempunyai cabang di Jepang, Korea, Taiwan, Hong Kong Filiphina, Malaysia, Singapura, Indonesia, India, Pakistan, Srilangka, Australia dan Thailand.

Pada 1988, Peter mendirikan perusahaan Osprey Maritime Tangkers, Indonesia Air Transport pada 1984, Jasa Angkasa Semesta (perusahaan ground handling), dan mendirikan Grand Hyatt dengan kepemilikan saham 7 persen.

Pada 1989, Peter tertarik mendirikan stasiun televisi swasta RCTI, kemudian Liputan6 SCTV. Peter juga membangun Bali Intercontinental di Bali, Indovision, Chandra Asri, FirstMedia, dan Telkomvision.

5 dari 5 halaman

Yang penting bangun perusahaan

Yang penting bangun perusahaan

Peter menegaskan, yang terpenting dia membangun perusahaan saat mampu. Lantas jika ada pengusaha lain yang melego perusahaannya dan harganya cocok, dia tak akan sungkan menjual.

Dia mencontohkan RCTI dan Indovision sebagai perusahaan yang dijual lantaran tawaran harganya sesuai. Yang penting dirinya dapat mendulang untung dari penjualan saham perusahaannya.

Saking banyaknya perusahaan yang sudah didirikan, Peter justru tak merasa seperti seorang pengusaha. Dia lebih senang menyebut dirinya sebagai eksekutif sukses. Itu lantaran dia merasa bekerja untuk orang banyak.

Yang terpenting dalam berbisnis adalah cerdik dan berani mengambil risiko. (Sis/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini