Sukses

Punya Sumber Energi Murah, RI Malah Impor yang Mahal

Liputan6.com, Jakarta - Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menjelaskan bahwa pemerintah telah melakukan kesalahan dalam pemanfaatan energi. Pasalnya, energi yang murah justru digunakan oleh bangsa lain sedangkan negeri sendiri malah mengimpor energi yang mahal.

Ketua Working Group Perhapi, Disan Budi Santoso mengungkapkan, kesalahan yang dilakukan pemerintah adalah mengekspor batu bara yang berasal dari bumi Indonesia. Padahal harganya lebih murah ketimbang minyak yang saat ini mayoritasnya impor. "Indonesia ekspor energi murah, beli yang mahal," kata Disan, dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (24/5/2015).

Ia melanjutkan, harga batu bara tercatat di kisaran US$ 55 per ton. Sangat jauh jika dibanding dengan harga minyak mentah yang tercatat di kisaran US$ 65 per barel.

Selain harganya yang terpaut cukup jauh, produktivitas kedua sumber energi tersebut juga terpaut jauh. Untuk diketahui, satu ton batu bara setara dengan empat barel minyak.

"Kita ekspor 300 juta ton batu bara per tahun atau mencapai 75 persen dari produksi nasional. Satu ton batu bara itu setara empat barel minyak, dalam satu tahun kita ekspor 1,2 miliar barel energi," paparnya.

Disan menambahkan, dari sektor batu bara terjadi ketimpangan antara royalti batu bara dengan subsidi listrik untuk pembangkit batu bara, sehingga pemerintah harus melakukan koreksi.

"Konsep kebijakan royalti, pemerintah mendapat royalti dari batu bara dipakai PLN Rp 8 triliun, tetapi pemerintah mensubsidi listrik yang diperoleh batu bara Rp 20 triliun. Pemerintah nombok, pemerintah hanya lihat sektoral dalam pendapatan, pemerintah tidak memikirkan, ini kebijakan yang harus dikoreksi," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said menyatakan tidak akan menghentikan ekspor batu bara meski konsumsi dalam negeri meningkat.

Sudirman mengatakan, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang baru beroperasi untuk menjalankan program kelistirkan 35 ribu Mega Watt (MW), akan meningkatkan peyerapan batu bara dalam negeri. "Dengan nanti selesai pembangkit 35 ribu MW secara bertahap akan makin banyak konsumsi dalam negeri," katanya.

Namun meski porsi penyerapan batu bara akan berubah menjadi 60 persen dari produksi, pemerintah tidak akan menghentikan ekspor batu bara. Pasalnya, komoditas tersebut juga menjadi sumber pemasukan negara untuk mendorong perekonomian.

"Tidak ada arah menghentikan ekspor, 60 persen. Saya kira dunia luar tidak diam, tidak ada maksud sama sekali hentikan ekspor," ungkapnya. (Pew/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.