Sukses

Kekhawatiran Kenaikan Suku Bunga AS Bikin Rupiah Melemah

Spekulasi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat/The Fed masih membayangi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Liputan6.com, Jakarta - Rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) dan imbal hasil surat utang/obligasi pemerintah cenderung naik menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Selasa (26/5/2015), mencatat nilai tukar rupiah melemah tipis 6 poin menjadi 13.192 per dolar AS. Di awal pekan, nilai tukar rupiah berada di level 13.186 per dolar AS.

Sementara itu, data valuta asing menunjukkan nilai tukar rupiah berada di kisaran 13.191 per dolar AS pada pukul 12.14 waktu Jakarta. Sebelumnya rupiah dibuka menguat tipis 10 poin ke level 13.176 dari penutupan pada Senin 25 Mei 2015 di level 13.186 per dolar AS. Rupiah cenderung bergerak di kisaran 13.176-13.202 per dolar AS.

Ekonom Standard Chartered Bank, Eric Alexander mengatakan, nilai tukar rupiah meski melemah tipis tetapi cenderung stabil. Komentar pimpinan bank sentral AS/The Federal Reserve (The Fed) Janet Yellen yang akan menaikkan suku bunga The Fed pada 2015 masih mempengaruhi gerak nilai tukar rupiah.

Selain itu, kekhawatiran pelaku pasar terhadap Yunani kemungkinan keluar dari zona Euro juga mempengaruhi nilai tukar euro terhadap dolar AS sehingga dolar AS cenderung menguat. "Euro melemah terhadap dolar AS berdampak ke mata uang emerging market termasuk rupiah," kata Eric.

Eric menambahkan, nilai tukar rupiah tidak terlalu turun tajam ditopang dari Bank Indonesia (BI) menetapkan BI Rate/suku bunga acuan tetap di level 7,5 persen.

Sedangkan Analis Pasar Uang PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, Rachmat Wibisono mengatakan, investor menjual obligasi pemerintah Indonesia membuat imbal hasil obligasi meningkat. Hal itu menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Tekanan terhadap rupiah ini juga didorong dari rasio utang luar negeri Indonesia terhadap pendapatan ekspor cenderung meningkat. "Rasio utang luar negeri Indonesia terhadap pendapatan ekspor yang meningkat dari 40 persen menjadi 56 persen membuat persepsi kalau kemampuan Indonesia membayar utang menurun. Hal ini membuat kebutuhan dolar AS meningkat sehingga rupiah cenderung depresiasi ke depan," kata Rachmat.

Rachmat menuturkan, spekulasi kenaikan suku bunga AS juga masih membayangi nilai tukar rupiah. "Spekulasi kenaikan suku bunga AS mendorong pelaku pasar cenderung memegang aset pada dolar AS," tutur Rachmat. (Ahm/)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.