Sukses

Janji Kampanye Jokowi Harus Tertuang di RAPBN 2016

Penyusunan postur anggaran tahun depan itu harus merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam pembacaan Pokok-pokok Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara RAPBN 2016, DPR menuntut pemenuhan janji-janji kampanye Presiden Joko Widodo (Jokowi). Penyusunan postur anggaran tahun depan itu harus merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Anggota DPR, Willgo Zainar menyatakan, tahun depan merupakan tahun kedua pelaksanaan RPJMN 2015-2019, sekaligus tahun pertama bagi pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla untuk merancang dan menyusun RAPBN berdasar RPJMN 2015-2019.

"Jadi RAPBN 2016 murni berisi cita-cita pemerintah saat ini yang berbeda dengan APBN 2015. Semua prioritas pembangunan visi misi bisa dimasukkan dalam RAPBN tahun depan," tegas dia saat Rapat Paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (26/5/2015).

Wilgo mengaku akan mencermati dengan seksama postur APBN yang akan mencerminkan dan memenuhi janji-janji pemerintah Jokowi, diantaranya program Nawa Cita, Trisakti, Reformasi Mental dan lainnya.

"Kita semua berharap Presiden dan kabinetnya komitmen menjalankan Undang-undang (UU) APBN yang menjadi ketetapan konstitusi," ujarnya.

Dia menyoroti asumsi makro dalam RAPBN 2016 yang dipatok pemerintah, antara lain, pertumbuhan ekonomi 5,8 persen-6,2 persen, inflasi 4 plus minus 1 persen, SPN 3 Bulan sebesar 4 persen sampai 6 persen.

Selain itu ada kurs rupiah berkisar Rp 12.800 sampai Rp 13.200 per dolar AS, harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$ 60  sampai US$ 80 per barel, lifting minyak 830 ribu-850 ribu barel per hari dan lifting gas 1.100 sampai 1.200 ribu barel setara minyak per hari.  

"Kami berpendapat proyeksi pertumbuhan dan inflasi pada tahun depan terlalu optimistis mengingat realisasi pertumbuhan ekonomi sekarang ini 4,7 persen. Jadi menurut kami yang realistis pertumbuhan ekonomi 2016 sebesar 5,5 persen," tegas Willgo.

Kondisi tersebut, katanya, akan diiringi perbaikan ekonomi Tiongkok dan Amerika Serikat. Namun bayang-bayang masih rendah harga komoditas akan berpengaruh.

"Tingkat konsumsi juga lesu karena depresiasi kurs yang memicu lonjakan harga barang," cetus dia.  (Fik/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.