Sukses

Bos BI Minta Jokowi Alokasikan Anggaran Operasi Pasar

Anggaran operasi pasar dapat membantu pemerintah untuk mengendalikan harga dan menjaga inflasi.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam rangka stabilisasi harga dan pengendalian inflasi, Bank Indonesia (BI) meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menganggarkan dana operasi pasar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2016.

Demikian permintaan Gubernur BI Agus Martowardojo di hadapan Presiden Jokowi dan jajaran menteri Kabinet Kerja saat Rakornas Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). 

"Dalam menyusun APBD 2016, berikan anggaran untuk alokasi pasar. Saat perlu ada alokasi pasar, ini bisa dipakai supaya terwujud stabilitas inflasi dan mengurangi penderitaan masyarakat akan naiknya harga-harga," kata dia di Hotel Sahid, Jakarta, Rabu (27/5/2015).

Anggaran tersebut, dinilai Agus, dapat membantu pemerintah untuk mengendalikan harga dan menjaga inflasi agar sasaran inflasi tercapai sebesar 4 plus minus 1 persen di 2015 hingga 2017 serta 3,5 plus minus 1 persen pada 2018.  "Ini tantangan besar bagi TPID supaya inflasi di Indonesia bisa seperti negara-negara kawasan yang rendah dan stabil," tegasnya.

Agus mengakui bahwa inflasi Indonesia pada bulan keempat itu jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara kawasan ASEAN, seperti Malaysia, Filiphina, Thailand.  Dia menyebut, pada periode yang sama di mana inflasi Indonesia 6,79 persen, tapi di Filiphina mengecap inflasi 2,2 persen, Malaysia 0,9 persen, Thailand justru mencetak deflasi 1 persen dan Singapura deflasi 0,3 persen.

Permintaan tersebut langsung ditanggapi Jokowi.  "Saya minta daerah harus menganggarkan dana untuk operasi pasar," cetus dia.

Agus juga mengungkapkan, TPID mempunyai kegiatan yang mengarah pada program 4K, yakni ketersediaan barang dan jasa, keterjangkauan harga termasuk meyakinkan tidak ada penimbunan, kelancaran distribusi dan komunikasi yang efektif untuk mengelola persepsi masyarakat terhadap harga-harga.

Dirinya mengatakan, ada masalah struktural atau kendala dalam stabilitas inflasi :

  1. Konversi lahan sawah menjadi pemukiman sehingga luas lahan pertanian semakin menyusut. Pembangunan industri manufaktur diarahkan di lahan-lahan di kawasan industri dan memanfaatkan lahan tidak produktif untuk tanaman pangan.
  2. Kurs rupiah yang rentan terhadap gejolak eksternal karena tergantung pada ekspor sumber daya alam mentah, sehingga harus didorong pada proses pengolahan bernilai tambah.
  3. Produksi yang rentan terhadap gangguan iklim yang sulit diprediksi. Tahun ini diperkirakan akan kembali ada elnino, jadi pemerintah harus memastikan ketersediaan pangan.
  4. Masih tingginya ketergantungan energi nasional terhadap impor BBM dan elpiji, karena rantai distribusi panjang dan didominasi segelintir pihak.
  5. Harga pangan pokok yang dikuasai oligopoli dan monopoli sehingga mudah dipermainkan. Keuntungan hanya dicicipi pengepul dan pedagang besar, tapi bukan petani.
  6. Masih lemahnya konektivitas antar daerah.

(Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.