Sukses

Sambut Data Inflasi, Rupiah Melemah ke Level 13.238 per Dolar AS

Menjelang pengumuman data inflasi hari ini, rupiah sempat melemah ke level 13.238 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah tampak masih melanjutkan pelemahannya di kisaran 13.200 per dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah bahkan sempat melemah ke level 13.238 per dolar AS  jelang pengumuman inflasi.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Senin (1/6/2015) mencatat nilai tukar rupiah melemah ke level 13.230 per dolar AS di awal pekan. Angka tersebut melanjutkan pelemahan dari perdagangan sebelumnya di level 13.211 per dolar AS.

Sementara itu, data valuta asing Bloomberg menunjukkan nilai tukar rupiah melemah ke level 13.233 per dolar AS pada perdagangan pukul 9:12 waktu Jakarta. Nilai tukar rupiah juga ditutup melemah di level 13.224 per dolar AS pada akhir pekan lalu.

Pada perdagangan hari ini, rupiah tampak berfluktuasi cukup aktif sejak pembukaan dan berkutat di kisaran 13.198 - 13.238 per dolar AS.

Analis pasar uang PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova mengatakan, rilis inflasi Mei 2015 mencapai 0,5 persen, dan angka ini di atas harapan pelaku pasar sekitar 0,4 persen. Sentimen domestik itu menambah sentimen negatif untuk nilai tukar rupiah.

Selain itu, Rully mengatakan, ketidakpastian penyelesaian utang Yunani juga membuat dolar Amerika Serikat (AS) menguat terhadap sejumlah mata uang utama termasuk rupiah. Rupiah tertekan juga ditambah dari ketidakpastian kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS).

"Pada pertengahan bulan ini juga ada pertemuan Federal Open Market Commitee (FOMC) terkait sinyal suku bunga," kata Rully saat dihubungi Liputan6.com.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia Rangga Cipta memperkirakan inflasi pada Mei naik ke kisaran 7 - 7,1 persen lantaran penyesuaian harga baru bahan bakar minyak, gas elpiji serta tarif listrik. "Jika angka inflasi naik melampaui ekspektasi dan angka manufaktur menurun, rupiah dapat melemah lebih dalam," kata Rangga.

Dia menjelaskan, rupiah masih berpeluang menguat jika angka pertumbuhan AS yang akan segera dirilis mengalami penurunan. Selain itu, dari faktor eksternal, data manufaktur China juga akan menjadi perhatian para pelaku pasar di Asia. (Sis/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.