Sukses

IHSG Terjun ke Level Terburuk Sepanjang 2015

Hanya ada 52 saham yang berada di zona hijau sehingga sulit mengangkat IHSG.

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus berada di zona merah pada perdagangan Selasa (9/6/2015). Sentimen regional yang bertumpuk dengan sentimen dalam negeri membebani laju IHSG. 

Pada penutupan perdagangan saham, IHSG melemah 115,11 poin (2,30 persen) ke level 4.899,88. Indeks saham LQ45 melemah 2,86 persen ke level 838,74. Seluruh indeks saham acuan berada di zona merah pada perdagangan hari ini.

Hanya ada 52 saham yang berada di zona hijau sehingga sulit mengangkat IHSG, sedangkan 260 saham berada di zona merah sehingga menekan laju IHSG. Sementara, 54 saham lainnya diam di tempat. IHSG sempat berada di level tertinggi pada 5.002,54 dan level terendah di 4.852,76.

Transaksi perdagangan saham hari ini normal. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 222.973 kali dengan volume perdagangan saham 4,89 miliar saham. Nilai transaksi harian saham sekitar Rp 7,54 triliun.

Secara sektoral, 10 sektor pembentuk indeks berada di zona merah. Pelemahan terbesar dibukukan oleh sektor consumer goods yang turun 3,5 persen, disusul kemudian oleh sektor keuangan yang melemah 2,79 persen dan sektor manufaktur yang turun 2,65 persen.

Berdasarkan data RTI, investor asing melakukan aksi jual bersih (net sell) sekitar Rp 1 triliun. Sedangkan pemodal lokal melakukan aksi beli bersih sekitar Rp 1 triliun.

Saham-saham yang mencatatkan penguatan antara lain saham SAFE naik 32,65 persen ke level Rp 130 per saham, saham MREI mendaki 24,88 persen ke level Rp 4.015 per saham, dan saham MBAP mendaki 21,21 persen ke level Rp 1.200 per saham.

Sementara itu, saham-saham yang menekan IHSG antara lain saham BBRM turun 23,53 persen ke level Rp 130 per saham, saham BSWD tergelincir 20,30 persen ke level Rp 2.100 per saham, dan saham AHAP melemah 14,29 persen ke level Rp 180 per saham.

Analis PT Investa Saran Mandiri, Hans Kwee mengatakan, sentimen yang menekan indeks saham berasal dari regional dan domestik.

Hans menjelaskan, dari regional sentimen berasal dari penyelesaian utang Yunani serta kekhawatiran pelaku pasar tentang rencana dari Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) untuk menaikkan suku bunga acuan.

Dari dalam negeri, kekhawatiran akan kenaikan suku bunga acuan The Fed memicu pelemahan nilai tukar rupiah. "Saya lihat pasar mulai panik dan posisi margin mulai kena," katanya kepada Liputan6.com, Jakarta, Selasa (9/6/2015).

Dia menuturkan, pelemahan ini berdampak cukup lama. Dia bilang, saat ini yang dibutuhkan pelaku pasar hanya kepastian kenaikan suku bunga The Fed. "Kita butuh kepastian kenaikan suku bunga The Fed lalu rupiah dan IHSG akan menguat," tutupnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini