Sukses

Seperti di Jawa, Permintaan Rumah Murah di Papua Tinggi

Daerah pedalaman dan terpencil, dalam satu rumah biasa diisi oleh lebih dari satu kepala keluarga.

Liputan6.com, Jakarta - Permintaan akan rumah murah ternyata tidak hanya terjadi di kota-kota yang padat penduduk. Di Papua, pemintaan akan rumah rumah ternyata tidak kalah tingginya.

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menjelaskan, permintaan rumah murah di Papua tinggi karena budaya penggunaan rumah di Papua sudah sedikit berubah. Dahulu, khususnya daerah pedalaman dan terpencil, dalam satu rumah biasa diisi oleh lebih dari satu kepala keluarga.

"Itu karena dalam satu rumah di sana, ditempati oleh empat sampai lima kepala keluarga," jelasnya usai acara Nota Kesepakatan Kerjasama dengan Kementerian Pekerjaam Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang dalam program Gerakan Sejuta Rumah, di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Selasa (9/6/2015).

Belakangan ini kebiasanya tersebut sedikit berubah. Satu keluarnya bisanya memiliki rumah sendiri. Oleh karena itu permintaan rumah murah di daerah tersebut cukup tinggi. "Ada dana otonomi khusus (otsus) sebesar Rp 35 triliun. Pemintaan masyarakat hanya minta rumah murah," tambahnya. 

Tjahjo mengungkapkan, pihaknya sudah bertemu dengan Gubernur Papua dan meminta agar dana otsus sebagai dialokasikan untuk pembangunan rumah sederhana. Hal ini pun telah disetujui oleh gubernur.

"Gubernur setuju 20 persen dari Rp 35 triliun itu dialokaiskan untuk pembangunan rumah. Selain itu juga untuk pendidikan dan kesehatan," tandasnya.

Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan program satu juta rumah pada akhir April 2015. Tak hanya uang muka (down payment/DP) yang sangat rendah yaitu sebesar 1 persen dari total harga, cicilan rumah murah ini juga cukup terjangkau yaitu sekitar Rp 500 ribu-600 ribu per bulan.

Dalam program pengadaan rumah di era pemerintahan Jokowi, bunga kreditnya juga diturunkan menjadi 5 persen, dari sebelumnya 7,5 persen. Sementara mengenai tenor kreditnya bisa sampai jangka waktu maksimal 20 tahun. Bahkan, ada skema pemberian dana tunai ke masyarakat kurang mampu sebesar Rp 4 juta per kepala keluarga.

"Rumah murah ini akan dibangun di seluruh provinsi di Indonesia secara bertahap," kata Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian Umum dan Perumahan Rakyat Syarif Burhanuddin saat berbincang dengan Liputan6.com. 

Adapun ketentuan untuk mendapatkannya, untuk rumah tapak, masyarakat harus memiliki penghasilan maksimal Rp 4 juta per bulan. Sedangkan untuk rumah susun, penghasilan maksimal calon pemiliknya tidak lebih dari Rp 7 juta.

"Kalau bicara satu juta rumah, targetnya tidak cuma masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), tapi non MBR juga bisa membelinya," terangnya.

Namun bedanya, masyarakat non MBR tidak bisa mendapatkan subsidi dari pemerintah. Dari total sejuta rumah yang dibangun, sekitar 600 ribu rumah dialokasikan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. (Dny/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.