Sukses


Tips Aman Beli Properti dari Pengembang

Meski membeli properti langsung dari pengembang dinilai lebih aman, namun bukan berarti tidak ada risikonya.

Liputan6.com, Jakarta - Hampir 80 persen konsumen di Indonesia memilih membeli properti baru (primary market) dari pengembang (developer), dan sisanya membeli properti bekas pakai. Meski membeli properti langsung dari pengembang dinilai lebih aman, namun bukan berarti tidak ada risikonya.

Dalam beberapa kasus, tidak sedikit konsumen yang dirugikan akibat ulah pengembang 'nakal' karena selama ini memang ada kesan pembeli properti terutama perumahan di Indonesia terlihat tidak berdaya atau memang diposisikan lemah.

Beberapa kasus yang sering mencuat antara lain ingkar janji pengembang yang sudah memperoleh uang muka dari konsumen tetapi tidak juga memulai pembangunan, proyek properti dibangun di tanah sengketa hingga developer yang kabur dari tanggungjawab.

Berikut tips hukum agar pembeli properti tidak dicurangi pengembang menurut Direktur Eksekutif Banking Property and Business Law Research Center (BPBRC) Juneidi D Kamil yang dirangkum Liputan6.com:

1. Pastikan Penjual, Obyek, Proses, Transaksi dan Kerjasama (POPTK).

Penjual berarti developer. Oleh karena developer, maka harus dipastikan kerjasama developer ini dengan pihak-pihak lain.

Hal ini penting karena setiap penjualan properti terutama rumah, developer umumnya didukung dengan fasilitas modal kerja konstruksi dan komitmen dukungan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari perbankan.

Kalau sudah mendapatkan dukungan kredit modal kerja konstruksi dan KPR dari bank, maka sudah terdapat perjanjian kerjasamanya. Perlu diingat, bank akan bersedia kerjasama dengan developer bersangkutan apabila layak menurut bank.

Kelayakan dinilai dari aspek legalitas developer selaku badan hukum dan bidang usaha, bonafiditas developer dari sisi kemampuan permodalan, legalitas perizinan (izin lokasi dan IMB) dan legalitas hak atas tanah lokasi proyek, marketabilitas dari lokasi serta konsep yg direncanakan.

Selain dengan bank, developer juga lazimnya bekerjasama dengan Notaris/PPAT. Pastikan siapa bank dan notaris yang telah menjalin kerjasama dengan developer, karena kedua instansi itu merupakan sumber informasi paling baik dan terpercaya bagi calon pembeli memperoleh informasi.

Jika developer sudah mendapatkan kredit modal kerja dari Bank A, maka sebaiknya fasilitas KPR-nya juga dari Bank A.  Karena khawatir akan muncul potensi permasalahan dalam pemecahan sertifikat atas nama pembeli kalau berbeda bank.

2. Hak atas tanah

Dari segi obyek hak atas tanah, maka pastikan status hak atas tanah proyek yang hendak dibeli tersebut. Apakah Hak Milik, HGB atau Hak Pakai.

Hak milik biasanya apabila ada joint operation atau KSO dengan pemilik tanah perorangan.

Kalau berupa HGB, harus  dipastikan juga asal persil HGB-nya. Apakah dari tanah yang langsung dikuasai negara atau dari Hak Pengelolaan (HPL). Sebaiknya dari tanah yang langsung dikuasai negara.

Karena jika berasal dari HPL maka untuk perpanjangan jangka waktu HGB memerlukan persetujuan dari pemegang HPL. Juga harus dipastikan sisa jangka waktu HGB, apakah jangka waktunya masih panjang atau sudah hampir berakhir.

3. Saat transaksi

Saat transaksi, pertama ketika proses pemesanan (booking fee) mintalah dicantumkan secara tertulis dalam surat pemesanan yang dibuat pengembang apa saja yang dijanjikan. Sehingga calon pembeli tidak hanya mengantongi janji-janji muluk dari developer.

Kedua, saat penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Harus dipastikan para pihak yang akan menandatangani PPJB termasuk status perusahaan developer, apakah badan hukum atau pribadi.

Beberapa poin yang dicantumkan dalam PPJB antara lain harga jual dan biaya-biaya lain yang harus ditanggung pembeli, waktu serah terima, spesifikasi bangunan, dan beberapa ketentuan lain seperti kewajiban para pihak berikut sanksi (denda).

4. Serah terima

Ketika serah terima properti dari developer, pastikan spesifikasi rumah dari mulai lokasi, luas, bentuk dan bahan material yang diperlihatkan sesuai dengan yang tercantum dalam PPJB. Oleh karena itu, teliti dan kritislah saat pembuatan PPJB.

Seandainya ada ketidaksesuaian, maka pembeli berhak untuk menolak menandatangani berita acara serah terima fisik sebelum developer menyelesaikan semua kewajiban sesuai ketentuan PPJB. Bila pengembang wan prestasi atau tidak bersedia memenuhi seluruh kewajiban, pembeli dapat menempuh jalur hukum.

Reporter: Muhammad Rinaldi

(Rinaldi/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Video Terkini