Sukses

Bangkrut, Pengusaha Mebel Ini Banting Setir Jadi TKI Arab

Di Madinah, Pria ini bekerja untuk perusahaan Bin Laden Group yang tengah menggarap perluasan area Masjid Nabawi.

Liputan6.com, Madinah - Siang itu, suhu udara di kawasan Masjid Nabawi, Madinah sekira 37 ‎derajat celcius. Beberapa pondokan rumah yang berada tepat di depan toko-toko makanan minuman menjadi tempat paling pas menyandarkan tubuh dari rasa lelah atau sekadar berlindung dari sengatan panas matahari yang membakar kulit.

Para jamaah, warga setempat dan pendatang terlihat bergerombol menikmati makan siang atau cemilan siang hari untuk mengganjal perut yang mulai "bernyanyi" sedari tadi. Menunya pun beragam, mulai dari kebab Arab, nasi biryani, ayam goreng dengan porsi jumbo sampai bakso yang dijual di kedai Mas Doel Anak Madinah. Semuanya menggoyang lidah.

Di salah satu pondok rumahan itu, duduk seorang Pria dengan baju khusus pekerja dan helm pelindung kepala khas buruh bangunan. Pria paruh baya ini sedang asyik mengunyah cemilan kue kering dan minuman bersodanya. Ketika didekati, dia merupakan Tenaga Kerja asal Indonesia (TKI) asal Pati, Jawa Tengah.

Nama aslinya Mukarom (55). Dia tengah beristirahat sejenak sebelum kembali bertugas mengambil air zam-zam untuk kebutuhan minum para pekerja di proyek perluasan Masjid Nabawi, Arab Saudi.

Mukarom bercerita, dia hijrah dari kampung halamannya ke Arab Saudi melalui Perusahaan Jasa TKI, PT Tifar Admanco. Di Madinah, dia bekerja untuk perusahaan Bin Laden Group yang saat ini sedang menggarap perluasan area Masjid Nabawi.

"Kontrak saya dua tahun dan baru beberapa bulan di Madinah. Sebelumnya di Mekkah untuk perluasan Masjidil Haram. Ini kan yang nanganin Bin Laden Group semua," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Madinah, Arab Saudi belum lama ini.

Ayah dua orang anak ini mengaku tidak sendirian. Dia bersama ribuan pekerja lain asal Pakistan, Mesir, Yaman mengais rezeki di Negeri yang kaya minyak itu. Mukarom merasa sedih bahwa pekerjaannya di Madinah hanya sebagai pengambil air minum. Hal ini sangat berbeda ketika dia di Mekkah dan dipercaya untuk mengerjakan segala tetek bengek yang berbahan baku kayu.

"Keahlian saya kan di kayu, tapi ini cuma ngambil air saja. Kadang sesekali disuruh bikin rak-rak buku atau Al-Qur'an dari kayu," ujarnya mengenang.

Selama bekerja, dia mengatakan, mendapat upah 2.000 Riyal atau Rp 7 juta (Rp 3.500 per riyal) setiap bulannya. Angka ini bisa diperoleh jika banyak lemburan 60-70 jam per bulan. "Kalau enggak ada lembur, paling 1.100 Riyal. Tapi di sini selalu overtime, jadi lumayan lah," papar Mukarom.

Penghasilan cukup besar inilah yang membuat Mukarom rela meninggalkan anak istrinya di Pati. Dia beralasan menjadi buruh bangunan di Indonesia kurang menjanjikan.

"Alhamdulillah, orang di sini ramah-ramah, walaupun ada yang keras juga. Jadi saya betah kerja meski dengan cuaca panas," ucap dia yang pernah mencoba peruntungan di Qatar selama dua tahun itu.

Diakui Mukarom, keputusannya menjadi seorang TKI didasari pada keputusasaan menjalani bisnis mebel di Pati. Dulu, Mukarom adalah pengusaha mebel cukup sukses di tanah kelahirannya. Namun usaha tersebut bangkrut seiring langkanya kayu jati dan harga jual yang tinggi.

"Kayu jati di Pati sudah enggak ada, harga jualnya pun sudah enggak masuk pasaran Indonesia karena mahal. Jadi lama-lama bisnis tutup, lalu saya kerja di luar negeri," terangnya.

Saat ditanyakan mengenai kerinduan pada keluarga, wajah Mukarom tiba-tiba dirundung kesedihan. Bibirnya bergetar seolah tak kuasa menahan air mata. "Kangen dengan keluarga, karena anak masih sekolah semua. Tapi mau bagaimana lagi, saya harus bekerja demi mereka," tutur dia.

Namun semua rasa rindu itu terobati kala bisa mendoakan sang istri dan anak saat umroh. Ya, sebisa mungkin Mukarom menyempatkan diri untuk berhaji kecil. Inilah keuntungan TKI yang bekerja di Arab Saudi, khususnya di Mekkah.

"Saat saya di Mekkah, saya sering umroh. Kan mulai dari Miqot sampai Tahalul tidak terlalu lama waktunya, jadi saya bisa umroh dan mendoakan anak istri," kata Mukarom mengakhiri perbincangan.‎ (Fik/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini