Sukses

Strategi RNI Dongkrak Kinerja dari Jatuhnya Harga Komoditas

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah pelemahan harga komoditas seperti minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO), karet, dan teh, PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) kini hanya berharap pada penjualan gula untuk menopang pendapatan untuk tahun ini. Tumpuan RNI pada komoditas gula tersebut terbantu dengan telah menetapkan harga jual gula yang cukup ideal sehingga bisa menguntungkan perusahaan maupun petani.

Direktur Strategi Bisnis dan Inovasi RNI, Djoko Retnadi mengungkapkan, perseroan hanya mampu mengikuti harga pasar untuk menjual komoditas-komoditas perkebunan tersebut. Salah satu upaya yang bisa menyelamatkan kinerja keuangan adalah mendiversifikasi penjualan komoditas.

"‎Untuk mengkompensasi kerugian dari harga komoditas yang masih lemah, supaya tidak ambruk, kami mengandalkan gula. Karena harga jual gula dari pemerintah ditetapkan sangat bagus, tertinggi untuk operasi pasar sebesar Rp 8.900 per kilogram (kg)," kata dia di Gedung Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta, Selasa (23/6/2015).

Pemerintah, dinilai Djoko sangat bijaksana dengan mengambil langkah tidak mengimpor gula sehingga harga gula di pasar lokal membaik. Ia juga mengungkapkan bahwa patokan harga gula yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut tidak hanya dinikmati oleh perusahaan tapi juga petani tebu.

"Tahun lalu waktu masih impor, harga jual gula sangat rendah Rp 7.000 per kg. Berat buat kami, karena harga produksi saja sudah di atas Rp 7.000, jadi rugi," ujarnya.

Menurut Djoko, kebutuhan gula domestik mencapai 4,5 juta sampai 5 juta ton setiap tahun. Jumlah ini terdiri dari 2,5 juta ton untuk konsumsi masyarakat dan sisanya untuk industri makanan dan minuman. Sayangnya perusahaan pelat merah ini hanya mampu memproduksi 350 ribu ton gula per tahun.

"Setahun baru 350 ribu ton. Itu dari 8 pabrik gula punya RNI. Diharapkan dengan iklim yang mendukung, produktivitas tebu bisa meningkat sehingga kami bisa meningkatkan produksi hingga di atas 90 ton per hektare (ha) dari sebelumnya hanya 75 ton sampai 80 ton setiap hektare," ‎papar dia. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.