Sukses

Mendag Dukung Penggunaan Rupiah di Dalam Negeri

Rachmat menilai sangat aneh jika transaksi yang dilakukan di dalam negeri tetapi menggunakan mata uang asing.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menyatakan dukungannya terhadap aturan penggunaan rupiah untuk setiap transaksi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Penggunaan rupiah di pasar domestik saya kira wajib," ujarnya di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Kamis (2/7/2015). Menurut dia, aturan semacam ini bahkan sudah dilakukan oleh negara-negara lain sehingga wajar jika aturan ini juga diterapkan secara ketat di Indonesia. "Negara mana juga menggunakan itu. Itu wajar. Kan dalam perdagangan dalam negeri," lanjutnya.

Selain itu, Rachmat juga menilai sangat aneh jika transaksi yang dilakukan di dalam negeri tetapi menggunakan mata uang asing. Kecuali jika transaksi tersebut dalam hal ekspor impor. "Agak lucu kalau di pasar domestik harus pakai dolar. Saya mendukung penggunaan rupiah di perdagangan dalam negeri, kecuali kalau ekspor," tandasnya.

Kewajiban penggunaan rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mulai diimplementasikan secara penuh pada Rabu, 1 Juli 2015. Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Peter Jacob mengungkapkan peraturan tersebut ditujukan untuk menegakkan kedaulatan Rupiah di NKRI dan sekaligus mendukung stabilitas ekonomi makro.

Ketentuan yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/3/PBI/2015 tanggal 31 Maret 2015 tersebut mengatur bahwa setiap transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan Rupiah. PBI ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, serta mendasarkan pada UU Bank Indonesia.

"Namun, ketentuan tersebut memberikan pengecualian untuk transaksi-transaksi dalam rangka pelaksanaan APBN, perdagangan internasional," kata Peter.

Tidak hanya itu pengecualian juga berlaku untuk pembiayaan internasional yang dilakukan oleh para pihak yang salah satunya berkedudukan di luar negeri, kegiatan usaha bank dalam valuta asing yang dilakukan sesuai Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan dan perbankan syariah, transaksi surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah dalam valuta asing di pasar perdana dan pasar sekunder yang sudah diatur dengan undang-undang, serta transaksi lainnya dalam valuta asing yang dilakukan berdasarkan undang-undang.

Selain itu, agar kegiatan perekonomian dan implementasi kewajiban penggunaan rupiah dapat berjalan dengan lancar, maka sesuai Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 16 PBI tersebut, Bank Indonesia berwenang memberikan persetujuan kepada pelaku usaha. Persetujuan tersebut dilakukan atas dasar permohonan yang diajukan kepada BI, untuk tetap dapat menggunakan valuta asing terkait proyek infrastruktur strategis dan karakteristik tertentu yang memerlukan, antara lain penyesuaian sistem, pembukuan, strategi bisnis, evaluasi terhadap proses bisnis dan keuangan perusahaan.

Ketentuan ini juga memungkinkan untuk kontrak atau perjanjian tertulis yang menggunakan valuta asing, yang dibuat sebelum 1 Juli 2015, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian tertulis tersebut, sepanjang bersifat detail dan tidak terdapat perubahan.

Selama permohonan masih dalam proses di Bank Indonesia, maka pelaku usaha masih dapat menggunakan valuta asing dalam kegiatan usaha yang dimohonkan tersebut. Pengenaan sanksi akan diberlakukan sejak dikeluarkannya penolakan atas permohonan yang diajukan ke Bank Indonesia. (Dny/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini