Sukses

Menaker Hanif: Pekerja Kena PHK Dapat Cairkan JHT

UU SJSN dan PP jaminan hari tua yang baru untuk memberikan perlindungan di hari tua saat pekerja tidak produktif lagi.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri mengatakan, pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sebelum 1 Juli 2015 serta masa kepesertaan minimal lima tahun dengan masa tunggu satu bulan dapat mencairkan jaminan hari tua (JHT) beserta hasil pengembangannya.

Sementara bagi peserta yang masih bekerja atau aktif kepesertaan BPJS-nya dapat mencairkan dana JHT saat mencapai usia 56 tahun atau meninggal dunia atau cacat total tetap.

Manfaat JHT juga dapat diambil saat kepesertaan mencapai 10 tahun dengan besaran 10 persen untuk persiapan hari tuan. Sedangkan 30 persen untuk pembiayaan perumahan.

Pencairan manfaat pada kepesertaan 10 tahun tersebut hanya dapat dipilih salah satu, baik untuk persiapan hari tua atau pun pembiayaan perumahan. "Ini sesuai dengan UU SJSN dan PP Nomor 46/2015 tentang JHT sebagai regulasi turunannya yang baru," kata Hanif.

Namun demikian, setelah mendapat arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) diberikan pengecualiaan bagi para pekerja yang terkena PHK atau berhenti bekerja agar bisa mencairkan JHT  sesegera mungkin.

"Pengecualiannya adalah bagi peserta yang kena PHK, atau berhenti bekerja bisa mencairkan JHT hanya dengan masa tunggu satu bulan, tanpa harus menunggu masa kepesertaan 10 tahun. Itu arahan Presiden," kata Hanif, Sabtu (4/7/2015).

Menindaklanjuti arahan Presiden itu, Hanif menambahkan, maka PP Nomor 46/2015 tentang JHT segera direvisi setelah mempertimbangkan kondisi ketenagakerjaan nasional dan aspirasi yang berkembang di masyarakat.

Hanif menuturkan, Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan jaminan yang memberikan perlindungan kepada para pekerja terhadap risiko yang terjadi di hari tua. Saat itu, produktivitas pekerja sudah menurun.

JHT merupakan sistem tabungan hari tua yang besarnya merupakan akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya.

UU SJSN dan PP JHT yang baru pada dasarnya dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hari tua pada saat pekerja tidak lagi produktif sebagaimana di negara-negara yang industralisasinya sudah mapan. Itu benar adanya karena negara-negara ini harus terus bergerak maju, termasuk dalam hal perlindungan sosial.

Namun demikian, terdapat kondisi yang berbeda di sini, sebagian dari kita masih memikirkan hidup hari ini dan besok.

"Oleh karena itulah maka diberikan pengecualian bagi yang terkena PHK atau yang berhenti bekerja dalam skema pencairan JHT," kata Hanif.

Selain itu, Hanif memberikan tanggapan terhadap petisi dana jaminan hari tua (JHT) yang dibuat Gilang Mahardika di laman Change.org.

Ia mengatakan, PP JHT tentu saja tidak mungkin menabrak UU SJSN. Jika pekerja di PHK maka dapat pesangon, dan apabila yang bersangkutan dapat bekerja kembali maka kepesertaan JHT dapat berlanjut. Jika pekerja meninggal usia 55 tahun maka ahli waris berhak atas manfaat JHT. Itu ketentuan UU SJSN.

Bagaimana aturan sebelumnya? Aturan sebelumnya tertuang dalam UU 3/1992 tentang Jamsostek yang lebih lanjut dijabarkan dalam PP 1/2009 bahwa manfaat JHT dapat dicairkan setelah usia mencapai 55 tahun atau meninggal dunia atau pekerja di-PHK dengan ketentuan masa kepesertaan 5 tahun dan waktu tunggu 1 bulan.

Jadi kalau ada peserta yang sudah mengikuti 5 tahun dan di-PHK, maka yang bersangkutan bisa mencairkan dana JHT itu setelah ada masa tunggu satu bulan.

Ia mencontohkan,  jika pekerja di PHK masa kerja baru 3 tahun maka pencairannya menunggu sampai 5 tahun. Jika pekerja tersebut mendapat pekerjaan lagi maka kepesertaanya berlanjut meskipun di perusahaan lain. (Ahm/Igw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini