Sukses

UU Anti Krisis Siap Disusun Jika Sudah Melewati Tahapan Ini

Penyusunan RUU JPSK perlu ada kajian terhadap sektor bank yang masuk kategori bank yang berdampak sistemik.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi XI DPR menyepakati membawa Rancangan Undang-undang Pencabutan Peraturan Pengganti UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) ke Rapat Paripurna, pada Selasa 7 Juli 2015. Pencabutan Perppu ini merupakan tahap pertama untuk membahas lebih lanjut mengenai UU JPSK yang disebut juga UU Anti Krisis.

"Seluruh fraksi sudah bulat dan sepakat untuk mencabut Perppu Nomor 4 Tahun 2008. Kami juga sepakat untuk menindaklanjutinya," ucap Ketua Komisi XI, Fadel Muhammad di Gedung DPR, Jakarta, Senin (6/7/2015).

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro menambahkan, RUU Pencabutan Perppu JPSK ini sangat penting untuk penyusunan UU JPSK lebih lengkap dan jelas.

"Tahap pertama pencabutan Perppu dan saat membahas UU JPSK, kita sudah siapkan landasan hukumnya. Target selesai paling lama Oktober 2015," harap dia.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo mengungkapkan sangat menyambut baik kesepakatan ini karena dalam penyusunan RUU JPSK selanjutnya, BI akan terlibat dengan Menkeu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"Kami harapkan di masa sidang 14 Agustus 2015 bisa disetujui karena UU JPSK sangat diperlukan Indonesia," kata Agus.

Dalam penyusunan RUU JPSK, Agus menuturkan, akan ada kajian terhadap sektor perbankan yang masuk kategori bank yang berdampak sistemik. Salah satu upayanya melalui restrukturisasi. Ada kejelasan dan dasar hukum yang mengatur penanganan sektor keuangan atau perbankan ke depan sehingga memberi kejelasan bagi semua otoritas termasuk BI.

"Yang diajukan pertama soal kejelasan pinjaman likuiditas lender of last resort," terang Agus.

Lender of the last resort adalah fungsi BI untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana.

Di samping itu, Agus mengatakan, dalam RUU JPSK dijelaskan syarat yang dipenuhi bank berkategori Domestic Systemically Important Banks (D-SIBS) jika ingin menerbitkan obligasi. Sehingga calon pembeli obligasi bank tersebut mengetahui bahwa ada kewajiban-kewajiban yang mengikat.

"Jadi itu buat penguatan bank-bank ini. Sehingga kalau ada krisis, kita tahu dan konsep bailout adalah pilihan terakhir. Karena diharapkan bank ini dapat menyelesaikan sendiri masalah tersebut," pungkas dia. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini