Sukses

Susul ADB, Bank Dunia Pangkas Target Pertumbuhan Ekonomi RI

Indonesia dihantam kondisi kurang menguntungkan, seperti rendahnya harga komoditas dan pelemahan pertumbuhan investasi.

Liputan6.com, Jakarta - Setelah Asian Development Bank (ADB) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5 persen di 2015, kini giliran World Bank (Bank Dunia) yang memangkasnya lebih rendah menjadi 4,7 persen. Penyebabnya karena pelemahan harga komoditas, investasi hingga belanja konsumen yang selama ini menopang perekonomian Indonesia.

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo Chaves dalam laporan Bank Dunia terbaru mengungkapkan, Indonesia mengalami penurunan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) karena pertumbuhan investasi jangka panjang dan belanja konsumen lesu.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi 4,7 persen di 2015, melemah dari estimasi sebelumnya 5,2 persen. Pertumbuhan 4,7 persen di kuartal I lalu saja merupakan tingkat pertumbuhan paling lambat sejak 2009," kata dia saat membacakan Laporan Economic Quarterly (IEQ) Edisi Juli 2015 di Energy Tower, Jakarta, Rabu (8/7/2015).

Lebih jauh Chaves menjelaskan, Indonesia dihantam kondisi kurang menguntungkan, seperti rendahnya harga komoditas dan pelemahan pertumbuhan investasi terus menekan sehingga ekonomi maju perlahan. Dia menuturkan, perekonomian Indonesia masih menyesuaikan diri dengan anjloknya harga komoditas dan prospek normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS).

"Pondasi makro ekonomi yang baik berhasil mencegah merosotnya pertumbuhan secara tajam akibat jatuhnya harga dan permintaan komoditas, seperti yang dialami negara eksportir komoditas lain, yakni Brazil, Afrika Selatan, Chili dan Peru. Tapi Indonesia tetap tumbuh dengan laju yang lebih cepat dan tinggi dibanding negara tersebut," papar dia.

‎Negara ini, lanjutnya, dapat memacu pertumbuhan dengan meningkatkan belanja infrastruktur berkualitas selama tetap menjaga defisit fiskal dalam batas 3 persen dari PDB. Selain itu, memperbaiki infrastruktur akan mengurangi biaya logistik dan harga berbagai barang dan jasa supaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesetaraan.

"Sayangnya upaya ini akan menghadapi tantangan fiskal, diantaranya hambatan penyerapan belanja modal yang ditargetkan meningkat dua kali lipat. Pendapatan pajak hingga Mei ini juga turun 1,3 persen, padahal ditargetkan penerimaan pajak meningkat 30 persen," terang Chaves.

Pemerintah, sambung Ekonom Utama Bank Dunia Ndiame Diop, diharapkan memperbaiki reformasi fiskal guna peningkatan pendapatan dan belanja anggaran yang lebih baik. Diperlukan pula perbaikan kebijakan yang mempengaruhi persaingan, perdagangan dan investasi swasta serta mengurangi inflasi harga pangan untuk memperkuat kepercayaan konsumen.

"Penurunan data penjualan sepeda motor dan kendaraan lain menunjukkan belanja konsumen yang melambat pada kuartal II 2015.  Pelemahan ini menyebabkan kontraksi impor, turun 14,4 persen Yoy di kuartal I ini. Ekspor komoditas dan manufaktur turun 13 persen karena anjloknya permintaan dari Tiongkok dan negara Asia Tenggara lain," pungkas Diop. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.