Sukses

Penyebab Kesulitan Ekonomi RI-Yunani Bak Langit dan Bumi

Guru Besar UI, Anwar Nasution menilai, salah satu sumber kerawanan ekonomi Indonesia datang dari utang luar negeri swasta yang besar.

Liputan6.com, Jakarta - Yunani dan Indonesia saat ini dinilai mengalami kesulitan ekonomi. Namun kondisi permasalahan atau penyebab kesulitan ekonomi dua negara berkembang ini jauh berbeda. Indonesia masih aman, dan Yunani dicap bangkrut karena gagal bayar utang.

Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Anwar Nasution dalam analisisnya membeberkan pemicu kesulitan ekonomi yang melanda Indonesia dan Yunani.

"Penyebab kesulitan ekonomi antara Yunani dan Indonesia berbeda, bagaikan bumi dan langit," kata dia saat berbincang usai menghadiri Laporan Indonesia Economic Quarterly Juli 2015 di Jakarta, Rabu (8/7/2015).

Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) ini menjelaskan, ekonomi Yunani terpuruk karena pinjaman luar negeri pemerintahannya besar apalagi sudah lama hidup besar pasak daripada tiang.

Kondisi perekonomian negeri para dewa ini semakin parah setelah masuk dalam sistem mata uang Euro. Anwar menambahkan, pemerintah Yunani memanfaatkan tingkat suku bunga murah di Eropa Utara terutama Jerman, Belanda dan Prancis.

"Tingkat suku bunga murah ini dipakai untuk membelanjai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang semakin besar dengan menjual obligasi pemerintah. Strategi berutang seperti ini juga dilakukan Italia, Spanyol, Portugal dan Irlandia," tegas dia.

Di Indonesia, sambung Anwar, penyebab kesulitan ekonomi bukan karena utang pemerintah. Posisi utang pemerintah pusat tercatat masih di level 25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau terkontrol.

Sumber kerawanan ekonomi negara ini, kata Anwar, datang dari utang luar negeri swasta yang terlampau besar. Pada umumnya, Anwar menerangkan, utang ini adalah utang valuta asing (valas) berjangka pendek.

Utang tersebut digunakan untuk investasi jangka panjang, seperti real estate, industri pertambangan, manufaktur dan sebagainya dengan memanfaatkan tingkat suku bunga murah di Singapura. Sedangkan sebagian penghasilan dari investasi terkumpul dalam mata uang rupiah.  

"Industri perbankan kita didominasi bank-bank negara yang inefisien, sehingga perbedaan antara tingkat suku bunga deposito dan kredit adalah yang tertinggi di lingkungan negara ASEAN," tutur dia.

Anwar menuturkan, belum lagi lebih dari sepertiga likuiditas bursa efek dan pasar obligasi dalam negeri berasal dari pemasukan modal asing jangka pendek.

"Bisa saja modal itu adalah uang milik orang Indonesia yang di parkir di Singapura dan Hongkong," ucap Anwar.

Sementara itu, Anwar mengakui, penerimaan dalam rupiah semakin membengkak karena adanya aturan BI yang hanya bersifat legalitas untuk mewajibkan seluruh transaksi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menggunakan rupiah.

"Sebetulnya dolar AS menjadi mata uang dunia tanpa adanya landasan hukum ataupun resolusi PBB hanya didasarkan pada kepercayaan saja," pungkas dia.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), total utang luar negeri swasta mencapai US$ 166,98 miliar pada Juni 2015 dari total utang luar negeri Indonesia mencapai US$ 299,84 miliar. Total utang swasta tersebut cenderung meningkat dibandingkan Juni 2014 sekitar US$ 154,33 miliar. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini