Sukses

Jokowi Minta Pengadaan Barang dan Jasa Dipercepat

Presiden Jokowi memanggil Kepala Bappenas dan Kepala LKPP membahas percepatan proses pengadaan barang dan jasa.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinov Chaniago dan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Agus Prabowo. Dua pejabat tersebut dipanggil untuk membicarakan terkait dengan upaya mempercepat pengadaan barang dan jasa pemerintah.‎

“Presiden memberikan arahan agar meneruskan percepatan atau perbaikan atau perubahan-perubahan dan penyesuaian kebijakan untuk mempercepat pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah," ujar Andrinov usai bertemu Presiden Jokowi, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (14/7/2015) siang.

Andrinov mencontohkan masalah yang dibahas salah satunya mengenai masalah kelembagaan yang menjadi kewenangan dari Kementerian dan Lembaga (K/L) tertentu yang sampai saat ini masih menemui banyak kendala untuk melakukan percepatan pengadaan barang dan jasa.

Selain itu, lanjut Andrinov, Presiden khusus memberikan arahan kepada internal LKPP untuk melakukan hal-hal yang perlu dilakukan untuk melakukan percepatan, antara lain adalah mengoptimalkan penggunaan e-catalogue, membuat prosedur yang lebih sederhana tetapi tetap bisa dipertanggungjawabkan.

“Arahan dari Pak Presiden jelas. Pertama, meminta percepatan pengadaan barang dan jasa terus dilakukan, dipercepat lagi. Yang kedua, tidak boleh mengorbankan kualitas," kata Andrinov.

Menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas itu, masalah-masalah tersebut secara teknis dapat dilakukan misalnya dengan e-catalogue yang memuat spesifikasi dari barang, harga dari barang, merek, produsen. “Jadi sebetulnya jalannya sudah terlihat. Ini ada penegasan saja,” ujarnya.

Andrinov juga mengemukakan, Presiden Jokowi juga meminta supaya LKPP melakukan percepatan dan melakukan optimalisasi dari langkah-langkah, khususnya untuk 2-3 bulan ke depan.

Mengenai jumlah pengadaan barang/jasa yang sudah menggunakan e-catalogue, Andrinov mengemukakan, yaitu sebesar 30 persen atau total sekitar Rp 300 triliun. Hal tersebut menurutnya perlu ditingkatkan hingga sekitar Rp 800 triliun-Rp 1.000 triliun yang bisa dilakukan melalui LKPP atau melalui e-catalogue.

Rendahnya penggunaan e-catalogue itu, menurut Andrinov, karena memang adanya persoalan di lapangan di antaranya masalah regulasi yang masih harus diperbaiki, misalnya aturan keuangan, aturan pembayaran. "Kemudian khusus untuk pemerintah daerah, diperlukan penyederhanaan yang membuat pelaksana atau penanggungjawab itu bisa melakukan lebih leluasa tetapi tetap bertanggungjawab," kata dia. ‎

Ia mengatakan langkah pemerintah yang dilakukan untuk jangka pendek adalah mengoptimalkan sistem yang ada. Kemudian untuk jangka menengahnya harus tetap dimulai dari sekarang, yaitu memperbaiki lagi regulasi-regulasi apakah itu yang menyangkut Kementerian Keuangan, yang menyangkut BPKP, Kementerian Dalam Negeri, itu akan disederhanakan lagi.

“Kemudian juga untuk UU sendiri akan disiapkan, misalnya kalau itu terkait dengan UU, revisi apa yang diperlukan. Misalnya UU APBN yang berlaku setiap tahun, yang perlu diperbaiki di sana atau disesuaikan," pungkas Andrinov. (Luqman/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.