Sukses

51 Perusahaan Langgar Aturan Soal Tunjangan THR

Pemerintah telah menyiapkan sanksi administratif dan sanksi sosial dengan mengumumkan nama perusahaan yang melakukan pelanggaran.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat sebanyak 51 perusahaan dilaporkan telah melakukan pelanggaran aturan terkait pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pekerja.

Terkait hal ini, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menegaskan, pemerintah telah menyiapkan sanksi administratif dan sanksi sosial dengan mengumumkan nama perusahaan yang melakukan pelanggaran.

"Ada 51 perusahaan yang bermasalah dalam pembayaran THR. Kasus-kasus ini tentu akan tindaklanjuti posko THR Kemnaker ini. Kita berharap kasus-kasus yang ada ini bisa diselesaikan dengan baik," ujarnya di Jakarta, Rabu (22/7/2015).

Dia menjelaskan, dari jumlah tersebut, empat perusahaan di antaranya membayarkan THR tidak satu bulan gaji. Selain itu, sebanyak 38 perusahaan tidak membayarkan THR sama sekali. Sedangkan sembilan perusahaan dinilai membayarkan THR tidak sesuai dengan ketentuan.

Selain pelanggaran berupa tidak membayarkan THR, kata Hanif,  ada juga perusahaan-perusahaan yang melanggar aturan, semisal  jumlah THR tidak mencapai satu bulan gaji serta pemberian THR dengan diganti natura  yang berbentuk benda atau makanan-minuman yang melebihi jumlah 25 persen dari THR.

"Sebenarnya kalau dalam bentuk natura ini kan boleh, tapi tidak lebih dari 25 persen dan harus diserahkan bersamaan dengan THR yang berbentuk uang. Jadi kalo misalkan satu bulan gaji totalnya berapa, itu 25 persennya bisa berbentuk natura sisanya harus uang dan itu harus diserahkan bersamaan," jelas dia.

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1994 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja Di Perusahaan menyatakan bahwa memang sebagian THR dapat diberikan dalam bentuk lain kecuali minuman keras, obat-obatan atau bahan obat-obatan, dengan ketentuan nilainya tidak boleh melebihi 25 persen dari nilai THR yang seharusnya diterima. Namun hal tersebut harus dengan persetujuan pekerja dan diberikan bersamaan dengan pembayaran THR.

Hanif membeberkan persoalan pembayaran THR ini terdapat pada 12 provinsi antara lain, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Aceh.

Sedangkan sektor-sektor perusahaan yang melakukan pelanggaran THR meliputi perusahaan yang bergerak dalam sektor perkebunan, jasa, pertanian, otomotif, garmen, makanan-minuman, pertambangan, transportasi, kebersihan, media, IT dan perusahaan di bidang kertas.

Sementara itu, terkait dengan pemberian sanksi bagi pelanggaran THR, Hanif menyatakan akan memberikan sanksi yang sifatnya administratif dan sosial serta akan melakukan penundaan pelayanan perijinan di bidang ketenagakerjaan.

"Sanksi yang sifatnya sosial saya sudah minta Dirjen PHI PHI agar mengumumkan perusahaan-perusahaan yang tidak bayar THR. Kita anggap ini perusahaan-perusahaan yang tidak sesuai dengan aturan ketenagakerjaan terutama masalah THR," katanya.

Sedangkan sanksi sosial berupa pengumuman nama-nama perusahaan yang melakukan pelanggaran THR tersebut, akan dilakukan pada akhir dari proses penyelesaian masalah THR ini sampai 31 Juli nanti. Penundaan pelayanan terhadap perusahaan-perusahaan pun akan diumumkan juga.

"Selain itu kita surati instansi-instansi yang terkait dengan pelayanan-pelayanan perusahaan agar perusahaan-perusahaan yang kita umumkan tidak membayarkan THR itu diberikan penundaan pelayanan. Itu yang bisa kita berikan karena UU Ketenagakerjaan kita belum mengatur sanksi secara lebih kuat," tandasnya.(Dny/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini