Sukses

Rupiah Melemah, OJK Siapkan Jurus Antisipasi

OJK juga terus melakukan pemantauan kepada industri perbankan khususnya terkait struktur permodalannya.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyiapkan sejumlah langkah antisipasi terkait dengan risiko melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terhadap industri keuangan khususnya industri perbankan.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad mengatakan, OJK telah menyiapkan beberapa skenario untuk mengatasi risiko di industri keuangan akibat pelemahan rupiah. Antisipasi tersebut mulai dari risiko terendah sampai dengan yang paling sulit. "Kami selalu antisipasi kemungkinan, dengan berbagai skenario pesimistis, moderat atau optimistis" kata dia di Jakarta, Senin (27/7/2015).

Muliaman melanjutkan, OJK juga terus melakukan pemantauan kepada industri perbankan khususnya terkait struktur permodalannya. Pasalnya, risiko yang bisa disebabkan karena pelemahan nilai tukar rupiah tidak hanya risiko likuiditas saja melainkan juga risiko lainnya seperti risiko kredit bermasalah dan juga risiko kekuatan modal

"Secara rutin kami lakukan, dan secara  individual kami juga lakukan. Termasuk mitigasi lembaga keuangan terhadap risiko yang berkembang. Jadi setiap hari, kami terus pantau, sehingga volatilitas tidak cuma karena nilai tukar, tapi juga suku bunga dan lain-lain," jelasnya.

Muliaman menuturkan dari segi permodalan perbankan Indonesia masih aman. Terangnya, rasio kecukupan modal perbankan nasional masih tertinggi di ASEAN. "Situasi permodalan bank cukup kuat, karena di ASEAN rasio CAR paling tinggi, jadi shock breaker kuat," tandas dia.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, naik turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebenarnya bisa dipahami dengan sangat sederhana. Ia mengibaratkan nilai tukar sama dengan barang yang tunduk dengan teori permintaan dan penawaran.

"Dolar itu seperti barang, kalau makin banyak permintaannya, akan semakin tinggi harganya. Kalau semakin sedikit permintaannya juga akan makin murah harganya," ucap Dirut Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, beberapa hari lalu.

"Kenyataan sekarang mengapa kursnya semakin tinggi karena permintaan dolar AS lebih tinggi dibandingkan dengan pasokan yang ada," sambung dia.

Budi melanjutkan, secara teori ada dua hal dasar yang mempengaruhi nilai tukar rupiah ini, yaitu neraca perdagangan atau trade balance dan selisih antara suku bunga dengan inflasi. Namun sebenarnya, di luar itu juga masih ada faktor lain yang mempengaruhi yaitu sisi psikologis.

"Ada dua hal yang menentukan kurs, pertama dari hitung-hitungan formalnya, biasanya dilihat dari trade balance antara AS dan Indonesia, juga selisih interest rate dan inflasi. Tetapi ada hal lain yang juga mempengaruhi kurs, di luar hitung-hitungan formal, yaitu dari sisi psikologi," urai dia.

Dari sisi neraca perdagangan, dolar AS akan terus menguat, ekspor barang dari Amerika ke Indonesia lebih besar jika dibanding dengan ekspor barang Indonesia ke Amerika atau impor Indonesia akan barang Amerika lebih tinggi jika dibanding dengan impor barang Indonesia oleh Amerika.

Dari sisi hitung-hitungan formal, lanjut Budi, level rupiah saat ini dinilai masih cukup wajar. Namun yang harus diwaspadai adalah sisi psikologis agar tidak membuat rupiah semakin terpuruk.

"Saya melihat kalau dari hitung-hitungan formal, angka ini sudah angka yang wajar, kurs sekarang sudah kurs yang wajar. Tetapi yang kita mesti jaga hati-hati, jangan sampai faktor psikologis bisa mempengaruhi kursnya lari ke arah yang lebih tinggi," tukas Budi. (Amd/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.