Sukses

Ada Efek Maradona, RI Tersandera Kebijakan AS

Indonesia dinilai tersandera kebijakan bank sentral Amerika Serikat soal suku bunga yang belum ada kapan kepastian kenaikan suku bunga AS.

Liputan6.com, Jakarta Seluruh negara maju dan berkembang masih dibayang-bayangi ketidakpastian rencana penyesuaian suku bunga acuan The Federal Reserve (Fed Fund Rate). Kebijakan tersebut dijadikan spekulasi oleh investor yang semakin menekan perekonomian Indonesia.

Direktur Penelitian Core Indonesia, Mohammad Faisal mengungkapkan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (AS) telah memberi sinyal kenaikan Fed Fund Rate pada akhir tahun ini. Namun untuk kepastiannya masih menjadi teka teki.

"Memang sudah dijelaskan kenaikan suku bunga AS terjadi akhir tahun. Tapi belum pasti bulannya, karena untuk merealisasikan kebijakan ini berkaitan erat dengan kondisi ekonomi AS," ujar dia saat Seminar Managing Economic Slowdown di Gedung Sucofindo, Jakarta, Selasa (28/7/2015).

Berdasarkan pengalaman, Faisal menjelaskan, suku bunga acuan AS pernah mengalami kenaikan pada 2005-2006. Saat itu tingkat pengangguran di AS turun. Dia bilang, saat ini tingkat pengangguran di negara Adidaya tersebut terus konsisten merosot.

Sayangnya, dia mengatakan, ketidakpastian penyesuaian Fed Fund Rate berimbas pada keluarnya aliran modal asing (capital outflow) terhadap indeks saham Asia. Sambungnya, spekulasi kenaikan suku bunga AS menjadi pemicu fluktuasi bursa saham.

"Ini namanya Efek Maradona. Tanpa melakukan apa-apa, The Fed sudah bisa mempermainkan harga saham di dunia. Di kawasan Asia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung yang paling tinggi, tapi lebih fluktuasi dibanding bursa saham Korea, Malaysia dan Jepang," terang Faisal.  

Dalam kesempatan sama, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Luky Alfirman menambahkan, Indonesia saat ini sedang tersandera kebijakan The Fed menaikkan suku bunga acuan.

"Kita lagi tersandera, apalagi pada 28-29 Juli ini ada FOMC Meeting, sehingga spekulasi soal kebijakan tersebut sudah bikin pasar saham kita terkoreksi ke level 4.700-an, dan nilai tukar Rp 13.400-an per dolar AS. Investor spekulasi naik Fed Fund Rate kapan, September, November, Desember atau tahun depan," ujar dia.

Kondisi tersebut, Luky mengaku pernah dialami Indonesia saat The Federal Reserve akan menghentikan Quantitative Easing (QE) pada 2013. Ketika itu, kata dia, negara ini tersandera selama enam bulan karena ketidakpastian kebijakan QE.

"Saat Mei-Juni 2013 ekonomi AS membaik, The Fed mulai mengumumkan penghentian QE. Kebijakan belum dilakukan, tapi langsung terjadi capital outflow, kita tersandera enam bulan. Begitu stop QE dilaksanakan, market sudah mulai ramah," tandas dia. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini