Sukses

Turki Minat Bangun Pembangkit Geothermal di Indonesia

Keinginan investor Turki ini akan sangat menguntungkan bagi Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengaku ada investor Turki yang menyatakan ketertarikan membangun proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal) di Indonesia.

"Di geothermal itu dia mau masuk gede-gedean," ujar Suryo Bambang di Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Sabtu (1/8/2015).

Menurut Suryo, keinginan investor Turki ini akan sangat menguntungkan bagi Indonesia. Pasalnya, proyek geothermal sejalan dengan program pemerintah membangun pembangkit listrik dengan total kapasitas sebesar 35 ribu megawatt (MW) hingga 2019.

"Jadi menurut hemat saya karena kita juga mau bangun 35 ribu MW, ya kita berikan saja ya kita fasilitasi lah. Berikan dukungan jika memang serius," lanjut dia.

Dia menjelaskan, terlebih lagi untuk membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi ini membutuhkan investasi yang besar. Oleh sebab itu, dibutuhkan banyak investor untuk masuk di dalamnya.

"Nilai geothermal itu sangat besar nilainya. 1 MW itu bisa sampai US$ 1 juta-US$ 4 juta. Jadi kita lihat saja berapa megawatt yang masuk. Kalau 1.000 MW saja sudah US$ 4 miliar," kata dia.

Selain soal investasi, lanjut Suryo, banyak hal yang bisa digali dari kerjasama antara Indonesia dengan Turki, antara lain soal perdagangan dan industri. Di mana banyak persamaan antara Turki dengan Indonesia.

"Dari segi sektor ekonomi itu sebagian besar sama, tapi mereka dalam banyak hal dalam banyak sektor mereka unggul. Karena ekspor mereka tidak bergantung kepada komoditas, sedangkan kalau kita itu banyak tergantung komoditas sehingga mereka itu ekspor hasil industrinya lebih kuat. Ini yang saya kira Indonesia perlu untuk meniru," tandas dia. (Dny/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini