Sukses

Harga Beras Kembali Naik

Para spekulan dituding mengambil untung besar dari harga beras yang dijual, usai membelinya dengan harga rendah dari petani.

Liputan6.com, Jakarta - Harga beras di pasar tradisional Bogor kembali mengalami kenaikan paska Hari Raya Idul Fitri.  Kondisi ini dikeluhkan oleh para pedagang dan juga konsumen.

Salah satu pemilik warung kecil di daerah Tajur, Bogor, Somad (48) mengatakan, dirinya selalu berbelanja di Pasar Bogor setiap tiga hari sekali. Dalam pengalamannya, setiap ia berbelanja selalu ada kenaikan harga.

“Sudah hampir seminggu ini setiap belanja beras pasti ada kenaikan sedangkan saya belanja setiap tiga hari,” keluhnya, Senin (3/8/2015).

Ia menambahkan, karena untuk dijual kembali ke warga sekitar di warungnya, dirinya juga sering dikomplain ibu-ibu di rumah apabila harga beras naik. Dia meminta agar pemerintah dapat menstabilkan harga beras di pasaran agar tidak memberatkan segala kalangan.

Hal ini diamini oleh Tarno (55) salah satu pemilik toko beras, di Pasar Kebon Kembang, Kota Bogor. Menurutnya, harga yang diberikan oleh pemasok juga sudah mahal sehingga ia menjualnya lebih karena ia pun ingin mendapatkan keuntungan.

“Ya, paling untungnya sedikit itu pun buat modal balik lagi.  Soalnya kenaikannya bisa mencapai 5 ribu hingga 8 ribu per karung untuk ukuran 64 kg,” kata dia.

Sedangkan, untuk harga per liter mulai dari Rp 6500 hingga 7000 per liter. Hampir semua pembeli sering mengeluhkan adanya kenaikan ini.

"Kami hanya mengikuti harga pembelian tidak asal menaikan harga kalau semena-mena menaikan harga sendiri, nanti langganan bisa pada kabur,” pungkasnya.

Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance ( INDEF) Eni Sri Hartati menilai aksi mafia beras yang menjadi penyebab kenaikan harga beras di pasaran.

Para spekulan dituding mengambil untung besar dari harga beras yang dijual, usai membelinya dengan harga rendah dari petani.

"Ketika gabah kering panen di atas HPP pemerintah, jadi beras di Pasar Induk Cipinang mengklaim sebagian besar harga di masyarakat masih di kisaran Rp 7.500, tapi apakah benar masyarakat membeli Rp 7.500. Keuntungan abnormal ini biasa disebut mafia beras," kata Eny.

Menurut Eni, adanya aksi mafia beras karena pemerintah yang tak bisa melakukan intervensi terhadap harga beras lokal. Sehingga pelaku bebas menentukan besaran harga beras sekehendak mereka.

"Di situ sebenarnya secara teori ada kompetisi, ada persaingan ketika tidak ada peran pemerintah menengarai terjadinya intervensi," tegas dia. (Bima Firmansyah/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.