Sukses

Rencana Suku Bunga AS Naik Tekan Bursa Asia

Rencana kenaikan suku bunga AS dan ekonomi China melambat menjadi fokus pelaku pasar di bursa saham Asia pada awal pekan ini.

Liputan6.com, Tokyo - Bursa saham Asia melemah di awal pekan ini setelah ada indikasi baru dari perlambatan ekonomi China. Kekhawatiran kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) yang akan dilakukan pada September juga menambah sentimen di bursa saham.

Indeks MSCI Asia Pacific melemah 0,2 persen pada pukul 10.04 waktu Tokyo. Pelemahan indeks saham acuan ini didorong dari indeks saham Jepang Topix dan Korea Selatan masing-masing tergelincir 0,1 persen. Sementara itu, indeks saham Australia naik 0,2 persen.

"Pelaku pasar mulai mengantisipasi pertumbuhan ekonomi China melambat, dan mengakhiri siklus harga komoditas super," ujar Yoshinori Shigemi, Analis JP Morgan Asset Management, seperti dikutip dari Reuters, Senin (10/8/2015).

Sentimen China dan Amerika Serikat membayangi bursa saham Asia. Data ekonomi China menunjukkan kalau ekspor China turun 8,3 persen pada Juli, dan angka ini terbesar dalam empat bulan. Hal itu juga jauh lebih buruk dari apa yang diperkirakan ekonomi. Selain itu, harga produsen turun menjadi 5,4 persen sehingga mendorong harga grosir sentuh level terendah sejak akhir 2009.

Dari Amerika Serikat (AS), pelaku pasar berspekulasi kalau bank sentral AS/The Federal Reserve akan menaikkan suku bunga pada September. Hal itu juga membuat sebagian mata uang negara berkembang tertekan. Prospek suku bunga AS lebih tinggi membuat dolar AS menarik bagi investor. Hal itu juga membuat permintaan komoditas berkurang.Spekulasi kenaikan suku bunga AS itu bertambah mengingat data Departemen Tenaga Kerja menunjukkan kalau data tenaga kerja tambah 215 ribu pekerjaan pada Juli. Tingkat pengangguran bertahan di level terendah dalam tujuh tahun mencapai 5,3 persen.

"Pasar cenderung volatile dalam beberapa bulan ke depan. Ketidakpastian mengenai pertumbuhan ekonomi China, dan kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga pada akhir tahun ini mempengaruhi bursa saham Asia," ujar Shane Oliver, Analis AMP Capital Investor Ltd.

Sementara itu, di pasar komoditas, harga minyak mentah berjangka turun ke level terendah baru pada awal pekan ini. Harga minyak Brent turun menjadi US$ 48,26 per barel. Angka ini tidak jauh dari level terendah dalam enam tahun di level US$ 45,19 pada Januari. (Ahm/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.