Sukses

Devaluasi Yuan Tambah Tekanan Ekspor Komoditas RI

Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro menuturkan, devaluasi Yuan lebih berdampak besar ke nilai tukar rupiah.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah China telah menurunkan mata uang Yuan atau devaluasi sehingga berdampak pada ekspor komoditas Indonesia ke China.

Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro menyatakan, devaluasi Yuan menekan ekspor komoditas ke China. "Dampak pelemahan ekspor ke China sudah terjadi. Sehingga ini dianggap hanya memperparah," kata Bambang, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (12/8/2015).

Bambang menambahkan, penurunan ekspor tersebut tak berpengaruh banyak terhadap nilai ekspor. Lantaran komoditas yang dieskpor ke China sudah rendah. "Ini tak terlalu berpengaruh lagi karena yang ekspor kita ke China adalah komoditas-komoditas yang harganya sudah rendah jadi memang tidak akan terkoreksi terlalu banyak," ujar Bambang.

Namun, devaluasi Yuan tersebut berpengaruh besar terhadap nilai tukar rupiah. Rupiah cenderung melemah terhadap kurs dolar Amerika Serikat (AS), bahkan sempat melemah ke level 13.800 per dolar AS.

"Pokoknya rupiah melemah ini murni karena ekspektasi yang mungkin agak berlebihan terhadap devaluasi china," kata Bambang.

Mengutip data Bloomberg, Rabu pekan ini, rupiah sempat menyentuh level 13.820 per dolar AS pada pukul 09.55 WIB. Level tersebut merupakan level terendah dalam 17 tahun terakhir setelah sempat menyentuh level 15.000 pada 1998 lalu.

Sementara kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah menjadi 13.758 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang berada di level 13.541 per dolar AS.

Negeri tirai bambu pada Selasa 11 Agustus kemarin, melakukan devaluasi Yuan hingga 1,9 persen. Langkah devaluasi tersebut memang sengaja dilakukan untuk mendorong produk ekspor China agar lebih kompetitif di pasar internasional. pemerintah China sedang mencoba berbagai cara agar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi ke level yang lebih tinggi.

Dalam beberapa kuartal terakhir, pertumbuhan ekonomi China terus berada di level 7 persen. Padahal selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi China terus berada di atas level 10 persen.

Ekonom PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova mengatakan, dampak devaluasi Yuan terhadap rupiah tidak terlalu besar. Menurut Rully, justru rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat yang cukup menekan indeks dan akan berlangsung cukup lama.

"Jika hanya devaluasi Yuan kemungkinan (pelemahan rupiah) hanya sementara, yang lama itukan suku bunga AS (rencana kenaikan suku bunga AS)" kata Rully.

Rully melanjutkan, pelemahan rupiah bisa lebih dalam jika ada balasan dari beberapa negara lain kepada China. "Negara dengan orientasi ekspor lebih konsen dengan nilai mata uangnya," ujar Rully. (Pew/Ahm) 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.