Sukses

Devaluasi Yuan Bikin Investor Borong Emas

Harga emas diperdagangkan di level tertinggi dalam tiga pekan terakhir yaitu di angka US$ 1.116 per ounce.

Liputan6.com, New York - Devaluasi mata uang Yuan yang dilakukan oleh China mengguncang pasar saham. Pasalnya, langkah devaluasi tersebut memicu perang mata uang dan semakin menekan harga komoditas. Namun berbeda dengan emas. Harga komoditas logam mulia ini justru mengalami penguatan.

Mengutip Wall Street Journal, Kamis (13/8/2015), harga emas diperdagangkan di level tertinggi dalam tiga pekan terakhir yaitu di angka US$ 1.116 per ounce. Harga emas naik karena komoditas tersebut kembali menjadi instrumen penyelamatan atau safe haven.

Pada perdagangan sebelumnya, harga emas mengalami tekanan yang cukup dalam karena adanya kekhawatiran bahwa devaluasi Yuan akan akan mengurangi pembelian emas yang dilakukan oleh China yang merupakan salah satu konsumen terbesar emas global. Setelah langkah devaluasi tersebut, harga emas terus-menerus diperdagangkan di level psikologis yaitu di kisaran US$ 1.100 per ounce.

"Bursa saham tidak menjadi instrumen yang aman lagi saat terjadi perang mata uang, oleh sebab itu investor berpindah ke emas yang merupakan instrumen safe haven," jelas ekonom OCBC Bank, Singapura Barnabas Gan.

Jatuhnya mata uang Yuan memicu kerugian di mata uang Asia. Pada perdagangan kemarin, rupiah Indonesia dan Ringgit Malaysia terkapar masing-masing di 1,4 persen dan 0,8 persen, menuju level terendah sejak krisis 1998. Peso Filipina turun 0,3 persen, terendah dalam lima tahun terakhir.

Selain itu, bursa Asia juga tertekan. Kospi Korea Selatan turun 1,1 persen, Nikkei Jepang tirin 1,2 persen dan Hang Seng Hong Kong melemah 1,1 persen.

Jika memang Yuan terus mengalami devaluasi ke level yang lebih rendah, maka akan memicu perang mata uang. Hal tersebut bisa menjadi momentum bagi emas untuk kembali naik. "Ada kemungkinan besar harga emas akan kembali ke level US$ 1.300 per ounce," tambah Gan.

Devaluasi Yuan ini juga memunculkan keraguan tentang waktu yang dipilih oleh Federal Reserve untuk menaikkan suku bunganya, meski pasar telah mengantisipasi itu terjadi pada September.

Kenaikan suku bunga menjadi anugerah bagi pergerakan mata uang, sementara penundaan kenaikan suku bunga akan dapat melemahkan dolar AS, dan meningkatkan daya tarik komoditas yang berdenominasi dolar seperti emas. (Gdn/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini