Sukses

Permintaan Menguat, Harga Minyak Kembali Melonjak

Harga minyak mentah jenis Light Sweet untuk pengiriman September naik 22 sen atau 0,5 persen dan menetap di level US$ 43,30 per barel.

Liputan6.com, New York - Tanda-tanda permintaan minyak yang cukup kuat membantu mendorong harga minyak kembali ke level yang lebih tinggi pada perdagangan Rabu (Kamis pagi waktu Jakarta). Permintaan minyak melaju ke level tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Mengutip Wall Street Journal, Kamis (13/8/2015), harga minyak mentah jenis Light Sweet untuk pengiriman September naik 22 sen atau 0,5 persen dan menetap di level US$ 43,30 per barel di New York Mercantile Exchange. Sedangkan untuk minyak mentah Brent, yang menjadi patokan global, naik 48 sen atau 1 persen ke level US$ 49,66 per barel. Harga bensin berjangka juga ditutup naik 6,98 sen atau 4,1 persen di level US$ 1.763 per galon. Harga tersebut mencapai titik tertinggi untuk Agustus.

Departemen Energi Amerika Serikat (AS) mengeluarkan data bahwa permintaan minyak mentah meningkat ke laju yang tercepat dalam lima tahun terakhir. Stok bensin di AS telah mengalami penurunan yang lebih cepat dari perkiraan awal. Laporan tersebut menurunkan kekhawatiran bahwa harga minyak akan terus-menerus tertekan.

Stok bensin turun 1,3 juta barel pada pekan yang berakhir pada 7 Agustus. Analis memperkirakan bahwa stok pada minggu tersebut hanya akan turun 800 ribu saja. Dengan keluarnya data tersebut membuat sebagian besar pelaku pasar kembali optimistis kepada harga minyak.

Sebelumnya, Harga minyak mentah dunia jatuh ke posisi terendah dalam enam tahun usai pemerintah China mengambil langkah melakukan devaluasi mata uangnya, Yuan.

China mendevaluasi mata uangnya. Kebijakan China ini menyebarkan pesimisme di kalangan investor tentang ekonomi negara ini dan kemungkinan perang mata uang. Yuan tercatat mengalami pelemahan terbesar satu hari dalam dua dekade menyusul keputusan bank sentral China.

Risiko dari kebijakan tersebut membuat komoditas impor ke China yang menggunakan dolar AS seperti minyak menjadi lebih mahal. Ini menjadi tanda penurunan permintaan dari konsumen minyak terbesar kedua di dunia ini, kata para analis.

Hal ini juga bisa membuat dolar AS reli, faktor yang telah berulang kali mendorong harga minyak mentah menjadi lebih rendah."Ini menunjukkan bahwa ekonomi China masih berjuang untuk keluar dari pola perlambatan dan menjadi lonjakan pertumbuhan," jelas Dominick Chirichella, Analis Energy Management Institute dalam catatannya.

"Secara keseluruhan itu terus menunjukkan bahwa mesin pertumbuhan utama minyak dunia tidak akan datang untuk menyelamatkan dari kelebihan pasokan pasar global minyak dalam waktu dekat," jelas dia. (Gdn/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini