Sukses

Harga Minyak AS Naik di Akhir Pekan

Harga minyak AS menguat di tengah kekhawatiran kelebihan pasokan global.

Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) kembali naik setelah jatuh ke posisi terendah dalam enam setengah tahun di akhir pekan ini.

Melansir laman Reuters, Sabtu (15/8/2015), harga minyak AS light sweet untuk pengiriman September menetap di US$ 42,50 per barel, naik 27 sen. Harga minyak AS telah mencapai posisi US$ 42 setelah jatuh ke US$ 41,35 per barel, yang merupakan harga terendah sejak Maret 2009.

Harga patokan minyak di Amerika Serikat telah terjatuh lebih dari 31 persen jika dihitung dari awal Juni 2015 kemarin setelah sempat menguat di kisaran US$ 60 per barel. Sedangkan jika dibandingkan dengan Juni tahun lalu, penurunan harga patokan tersebut telah mencapai lebih dari 60 persen.

Sementara harga minyak patokan global Brent turun 19 sen ke posisi US$ 49,03 per barel. Harga minyak ini masih lebih baik dari posisi terendah selama 2015 yakni sebesar US$ 45,19 pada Januari.

Harga minyak AS menguat di tengah kekhawatiran kelebihan pasokan global, sementara harga minyak Brent tergelincir karena kontrak untuk September mendekati tenggat waktunya.

Data menunjukkan produksi minyak mentah North Dakota naik untuk bulan kedua berturut-turut pada Juni yang membantu menarik harga minyak mentah AS ke sesi yang tinggi, bersama dengan penguatan dolar dan sentimen konsumen yang lebih lemah dari perkiraan.

 "Produsen tampaknya tidak ingin ketinggalan," kata Gene McGillian, Analis Senior Tradition Energy di Stamford, Connecticut. Produsen minyak di Amerika Serikat diketahui menambahkan pengeboran di dua rig pada minggu ini. 

Harga minyak mentah berjangka AS sempat tertekan minggu ini karena adanya pemadaman kilang yang mengurangi permintaan sementara persediaan bertambah diperkuat kekhawatiran tentang pasokan global.

Sementara tekanan minyak Brent karena pelemahan pertumbuhan ekonomi Eropa dan kontrak minyak mentah telah terbebani kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi di China. 

Goldman Sachs mengatakan pelemahan mata uang Cina menempatkan tekanan pada semua pasar komoditas, yang menjadi sinyal soal kondisi ekonomi global.(Nrm/Igw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini