Sukses

Rupiah Lemah, Haruskah Pemerintah Ubah Harga BBM?

Pemerintah bisa melakukan penyesuaian harga BBM dengan pertimbangan kurs dan harga minyak.

Liputan6.com, Jakarta - Dua patokan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yaitu nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan harga minyak mengalami pergerakan yang berlawanan arah, Nilai tukar rupiah mengalami penguatan hinggal level Rp 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS) sedangkan harga minyak dunia anjlok hingga US$ 40 per barel.

Atas kondisi tersebut, perlukah pemerintah mengubah harga BBM?

Menurut Analis energi dari Bower Group Asia, Rangga D. Fadilla, sebaikanya pemerintah tidak terburu-buru melakukan penyesuaian harga BBM. Pasalnya, ketika harga minyak dunia mengalami kenaikan, harga BBM tidak mengalami perubahan.

"Karena kemarin kan ketika harga naik pemerintah tidak menaikkan harga," kata Rangga, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Senin (24/8/2015).

Menurut Rangga, kelebihan harga jual BBM bisa dimanfaatkan untuk menutupi biaya untuk menomboki harga BBM yang tidak naik saat harga minyak dunia mengalami kenaikan. "Margin yang didapat kali ini bisa dimanfaatkan untuk menutupi losses yang kemarin," tuturnya.

Namun jika kondisi tersebut berlarut hingga dua bulan ke depan, pemerintah bisa melakukan penyesuaian harga BBM dengan pertimbangan kurs dan harga minyak. "Tapi jika harga minyak rendah terus satu-dua bulan ke depan, opsi menyesuaikam harga patut dipertimbangkan," pungkasnya. 

untuk diketahui, berdasarkan data RTI pukul 09.10 waktu Jakarta, nilai tukar rupiah berada di kisaran 14.071 per dolar AS. Sementara itu, berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka melemah 36 poin menjadi Rp 13.977 per dolar AS dari penutupan perdagangan Jumat 21 Agustus di kisaran 13.941 per dolar AS. Pagi ini, rupiah sempat tembus di kisaran 14.031 per dolar Amerika Serikat. Kini rupiah bergerak di kisaran 13.977-14.053 per dolar AS.

Sedangkan untuk harga minyak seperti dilansir dari Bloomberg, Sabtu (22/5/2015), harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober turun US$ 87 sen atau 2,1 persen menjadi US$ 40,45 per barel di New York Mercantile Exchange, penutupan terendah sejak Maret 2009, setelah sebelumnya sempat menyentuh US$ 39,86 per barel.

Begitu pula harga minyak jenis Brent untuk pengiriman Oktober turun US$ 1,16 per barel menjadi US$ 45,46 per barel di London berbasis ICE Futures Europe exchange, juga penutupan terendah sejak Maret 2009. (Pew/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.