Sukses

Apa Agenda yang Dibahas antara Pemerintah, BI dan IMF?

BI dan IMF akan menggelar seminar konferensi internasional "The Future of Asia’s Finance”.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi), Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dan Bank Indonesia (BI) dijadwalkan akan menerima kunjungan Direktur Dana Moneter Internasional atau International Moneter Fund (IMF), Christine Lagarde pada 1-2 September 2015. Ada beberapa pembahasan penting yang akan difokuskan dalam pertemuan tersebut.

JK mengatakan, pertemuan dengan IMF tidak membicarakan utang sama sekali. "IMF itu ingin melihat kondisi ekonomi Asia ini, termasuk Indonesia. Kita akan diskusi bagaimana ekonomi dunia," kata JK, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (31/8/2015).

Menurut JK, IMF tidak akan datang begitu saja, lalu menawarkan utang. Utang hanya diberikan bila suatu negara meminta pada lembaga tersebut.

"Kalau kita tidak minta, bagaimana menyalurkannya? Utang itu diminta dulu. Kalau tidak diminta macam mana. Tidak. kita tidak minta ke IMF," tegas JK.

JK menjelaskan perekonomian yang sedang lesu saat ini diakibatkan faktor eksternal atau faktor global. Indonesia pun memakai kesempatan pertemuan dengan IMF untuk lebih memahami perekonomian dunia saat ini. "Jangan lupa ekonomi saat ini kan akibat ekonomi dunia susah. Ya jadi kita ingin diskusi bagaimana ekonomi dunia ini," tandas dia.

Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara menambahkan, BI dan IMF akan menggelar seminar  konferensi internasional "The Future of Asia’s Finance” dengan tema "Tantangan Ekonomi Global dan Implikasinya bagi Para Pembuat Kebijakan di Asia".

"Ini seminar direncanakan sudah lama, jadi kerjasama antara BI dan IMF. Hadir beberapa Gubernur Bank Sentral Asia, Jepang dan lainnya," ujar dia di Jakarta, Senin (31/8/2015).

Kata Mirza, fokus pembahasan pertemuan penting ini adalah terkait tantangan ekonomi global dan dampaknya ke seluruh negara. Salah satu yang krusial adalah penyesuaian suku bunga acuan The Fed yang diperkirakan terjadi pada kuartal III 2015.

"Yang paling menonjol Fed Fund Rate, karena kebijakan ini membawa perubahan terhadap arus modal di dunia. Juga soal ekonomi China, apakah bisa kembali ke 7-7,5 persen atau di bawah 6,5 persen serta bagaimana Indonesia menghadapi prospek ekonomi tahun depan," jelasnya. (Silvanus Alvin/Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.