Sukses

PP Pengganti UU Sumber Daya Air yang Dibatalkan MK Siap Terbit

Basuki menargetkan, sebelum akhir tahun ini, draft RUU tersebut sudah bisa dibawa ke DPR.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa pemerintah siap menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengisi kekosongan Undang-Undang Sumber Daya Air (SDA) yang beberapa waktu lalu dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Basuki mengatakan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tersebut telah berada di tangan Sekretaris Kabinet (Setkab) untuk ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Sekarang RPP-nya sudah di Setkab untuk ditandatangani oleh Bapak Presiden," ujarnya di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Kamis (3/9/2015).

Sementara itu, karena ada pembatalan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, maka saat ini pemerintah tengah menyusun RUU baru sebagai pengganti UU tersebut. Saat ini, pengusuan RUU tersebut telah sampai pada penyelesaian naskah akademis. "Paper akademis untuk UU SDA ini sudah siap. Kami mau lakukan konsultasi publik," kata dia.

Basuki menargetkan pada sebelum akhir tahun ini, draft RUU tersebut sudah bisa dibawa ke DPR untuk dilakukan pembahasan sebelum disahkan menjadi Undang-Undang. "Target November akan diserahkan ke DPR. Kemarin ini kami sudah laporkan di Komisi V DPR," tandasnya.

Untuk diketahui, pada sidang yang dilakukan pada Rabu, 18 Februari 2015 lalu, MK menghapus seluruh pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA). Alasan MK melakukan penghapusan pasal tersebut karena dianggap belum menjamin pembatasan pengelolaan air oleh pihak swasta, sehingga dinilai bertentangan UUD 1945.

Dengan dibatalkan keberadaan UU Sumber Daya Air, MK menghidupkan kembali UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan untuk mencegah kekosongan hukum hingga adanya pembentukkan undang-undang baru. Karenanya, segala bentuk pengelolaan air tidak lagi berdasar pada UU SDA, tetapi UU Pengairan.

Permohonan pengujian sejumlah pasal dalam UU Sumber Daya Air tersebut diajukan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, kelompok masyarakat, dan sejumlah tokoh di antaranya Amidhan, Marwan Batubara, Adhyaksa Dault, Laode Ida, M. Hatta Taliwang, Rachmawati Soekarnoputri, dan Fahmi Idris.

Penerapan pasal-pasal itu dinilai membuka peluang privatisasi dan komersialisasi pihak swasta atas pengelolaan SDA yang merugikan masyarakat sebagai pengguna air. (Dny/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.