Sukses

RI Cuma Butuh Kereta Berkecepatan Sedang

Indonesia dinilai membutuhkan kereta cepat dengan jarak jauh Jakarta-Surabaya ketimbang rute pendek.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengakui Indonesia tidak membutuhkan kereta cepat alias Shinkansen untuk rute pendek Jakarta-Bandung. Negara ini hanya perlu kereta berkecepatan sedang hingga 250 Kilometer (Km) per jam.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menyatakan jarak Jakarta-Bandung sekira 150 Kilometer (Km) membutuhkan 5 stasiun sampai 8 stasiun. Walau Shinkansen melesat dengan kecepatan 300 Km per jam, ia mengakui, tidak akan pernah bisa mencapai kecepatan maksimum itu karena perlu waktu tempuh 14 menit.

Jadi disimpulkan Darmin, kereta belum sampai kecepatan maksimum sudah mulai harus direm, sehingga kecepatan paling mentok 200 Km-250 Km per jam.

"Keputusan Presiden adalah kalau begitu jangan kereta cepat. Cukup kereta kecepatan menengah yang melesat dengan kecepatan 200 Km-250 Km per jam," terang Darmin di kantornya, Jakarta, seperti ditulis Jumat (4/9/2015).

Dengan kereta berkecepatan sedang, sambung dia, jarak tempuh hanya akan melambat 10 menit sampai 11 menit dari kereta cepat. "Biaya investasinya bisa 30 persen-40 persen lebih murah dibanding membangun kereta cepat," tegasnya.

Menteri Perhubungan (Menhub), Ignasius Jonan sebelumnya mengatakan hal sama. Dia menghitung jarak Jakarta-Bandung sepanjang 150-180 Km. Kereta cepat ini diyakini mampu melesat dengan kecepatan lebih dari 300 Km per jam.

"Jika dengan jarak 150 Km butuh 5 stasiun, maka satu stasiun harus berjarak 30 Km. Jakarta-Bandung bisa ditempuh dalam waktu 40 menit, dengan begitu interval setiap stasiun 8 menit. Apa bisa? Saya kira tidak bisa. Jadi kami sarankan tidak pakai kereta cepat," ujar dia.

Idealnya, kata Jonan, moda transportasi massal kereta cepat alias Shinkansen dibutuhkan untuk jarak jauh, minimal Jakarta-Surabaya. Akhirnya, karena pertimbangan itu, Presiden Jokowi menyerahkan proyek kereta cepat dengan jalan business to business (B to B).

"Pemerintah tidak ikut-ikutan. Kita serahkan ke bisnis, intinya B to B. Mau BUMN yang bangun, atau BUMN patungan dengan siapa juga boleh. Terserah saja selama tidak pakai APBN langsung maupun tidak langsung. APBN terbatas lebih baik bangun kereta api di luar Jawa, seperti kereta Trans Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua," ujar dia. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini