Sukses

RI Masuk Krisis, Harga BBM Harus Turun

Pertamina tetap mempertahankan harga BBM di saat PT PLN (Persero) menurunkan tarif dasar listrik karena alasan harga minyak anjlok.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pihak menyuarakan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Solar yang masih betah di harga Rp 7.300 dan Rp 6.900 per liter. Kebijakan tersebut perlu segera diambil mengingat anjloknya harga minyak dunia serta kondisi perekonomian nasional yang sulit.

Ketua Komisi VII DPR RI, Kardaya Warnika mendesak pemerintah segera menurunkan harga BBM karena beberapa alasan. Pertama, penurunan harga minyak dunia lebih besar dibanding pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

"Sekarang nilai tukar rupiah di 14.000 per dolar AS, artinya kurs rupiah anjlok 12 persen. Sementara harga minyak mentah Indonesia dari US$ 60 menjadi US$ 42,18 atau turun 28 persen. Jadi penurunan harga minyak lebih besar dan ini bisa menjadi basis turunnya harga BBM," ujar dia saat Diskusi Energi Kita di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (6/9/2015).

Dia menjelaskan, harga BBM di banker Singapura saat ini sekitar US$ 450 per metrik ton atau Rp 6.300 per liter untuk jenis Pertamax Plus RON 95. Jika diekspor ke Indonesia, maka ditambah ongkos lain termasuk pajak menjadi Rp 6.900 per liter.

"Jadi menjual harga BBM Rp 7.300 sudah untung, tapi kenapa pemerintah bilang PT Pertamina (Persero) masih rugi terus. Kalau pemerintah menutupi kerugian Pertamina, namanya subsidi, tapi masa rakyat yang harus nombokin perusahaan," tegasnya.

Kardaya menyindir Pertamina tetap mempertahankan harga BBM di saat PT PLN (Persero) menurunkan tarif dasar listrik karena alasan harga minyak dan batubara yang anjlok. "PLN yang tidak langsung berhubungan dengan minyak saja, menurunkan tarif, kenapa Pertamina tidak. Logikanya kan harga BBM harus turun dong," katanya.

Alasan kedua, tambah dia, Indonesia sedang menghadapi krisis yang menghantam sektor riil termasuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Dalam kondisi krisis, Kardaya berharap pemerintah justru memberikan suntikan stimulus kepada dunia usaha agar meringankan beban mereka.

"Dalam situasi krisis ini, rakyat atau Pertamina yang harus diselamatkan? Yang utama ya rakyat. Sebab BBM ini adalah kebutuhan masyarakat," papar dia.

Hal senada juga disampaikan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan, rakyat dipaksa untuk menutupi kerugian Pertamina sehingga harga BBM tetap. "Mestinya turun, tapi malah tidak turun," ujarnya. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.