Sukses

Pengusaha Ritel: Kita Belum Kritis, Tapi Sedang Sakit

Aprindo akan melakukan distribusi perdagangan sampai ke tingkat konsumen.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mendesak pemerintah segera menindaklanjuti paket deregulasi peraturan yang sudah dirilis Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pekan lalu. Pasalnya saat ini pengusaha ritel tak berdaya menghadapi guncangan perekonomian baik dari dalam maupun luar negeri.

Ketua Umum Aprindo, Roy N Mande mengatakan, para pelaku usaha di industri ritel sedang terpuruk karena pelemahan ekonomi nasional, termasuk penguatan dolar Amerika Serikat (AS) yang sudah menyentuh level 14.300per dolar AS.

"Kalau dibilang kritis, tidak ya. Tapi kita lagi sakit. Lihat saja perlambatan ekonomi belum bangkit, rupiah masih melemah, ada rencana Yuan China didevaluasi lagi, dan The Fed menaikkan tingkat suku bunga. Jadi ritel belum recovery," ujar dia saat ditemui di Gedung BPS, Jakarta, Senin (14/9/2015).

Roy sangat berharap ada rangsangan stimulus dari kebijakan deregulasi 89 aturan dari 154 aturan, khususnya di sektor ritel. Pertama deregulasi mengenai edaran dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang membatasi pembukaan ritel di wilayah Kabupaten atau Kotamadya dan Provinsi yang belum mengantongi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

"Ini membuat para peritel menahan dulu ekspansinya, karena lebih dari 520 RDTR Kotamadya dan Kabupaten di seluruh provinsi Indonesia, baru ada 8 kabupaten yang punya RDTR. Jadi tidak boleh ada yang terhambat, harus bergerak semua," terang dia.

Roy mengaku, penerapan deregulasi masih menunggu pemerintah dengan revisi aturan maupun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang akan dibuat Kementerian terkait.

Dalam hal ini, sambungnya, Aprindo akan melakukan distribusi perdagangan sampai ke tingkat konsumen. Roy pun menegaskan bahwa pengusaha ritel masih menahan kenaikan harga barang karena sudah mempunyai stok tiga sampai empat bulan sebelumnya.

"Tapi di awal bulan, mereka akan menaikkan 5 persen-6 persen, dan baru akan terjadi pada kuartal berikutnya. Ini merupakan bagian dari kenaikan yang dilakukan produsen atau pemasuk. Kita berupaya menstabilisasi harga, tapi deregulasi cepat harus ditindaklanjuti supaya ekonomi yang melambat bisa dipercepat," jelas Roy. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.