Sukses

Sidang Perdana Dugaan Kartel Daging Digelar 14 September

KPPU juga meminta agar pemerintah tidak memasang target 5 tahun untuk mewujudkan swasembada daging sapi.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan menyidang 32 feedloter (peternakan sapi potong) yang diduga melakukan praktik kartel daging sapi, pada Selasa 15 September 2015.

"Kalau penanganan kartelnya, besok KPPU akan lakukan sidang perdana terhadap dugaan kartel daging sapi, ini masih dugaan. Karena kartel daging sapi itu sidangnya akan kami lakukan secara terbuka," kata Ketua KPPU Syarkawi Ra'uf, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (14/9/2015).

‎"Ada 32 feedloter. Nanti besok saja, lokalnya berapa, apakah ada luar negerinya besok saja,‎" tambah dia.

Syarkawi mengatakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya pratik kartel adalah dengan memiliki data statistik yang akurat. Saat ini, data yang ada dianggap berantakan, sehingga antisipasi saat terjadi kelangkaan daging sering terlambat‎.

Penelitian KPPU, lanjut Syarkawi, menyebutkan ada 14,8 juta ekor per tahun. Namun, dalam data itu tidak dirinci berapa banyak sapi betina, sapi potong, sapi perah, dan sapi jantan yang produktif.

"Belum lagi berapa sih konversi 1 ekor sapi kalau menjadi daging berapa kilogram, ini semua memang yang butuh pembenahan, jadi belum tahu berapa sapi yang kita siapkan untuk swasembada," tutur dia.

Menurut Syarkawi, harusnya Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi pihak yang memberikan data akurat tentang daging sapi ini. Sebab, kelangkaan daging terus berulang dari 2012 hingga saat ini. Untuk menghasilkan data akurat tidak perlu menghitung satu per satu tapi bisa melalui sampel dari tiap daerah.

Jangan Seperti Era SBY

KPPU juga meminta agar pemerintah tidak memasang target 5 tahun untuk mewujudkan swasembada daging sapi. Impor daging masih dibutuhkan agar tidak terjadi kelangkaan di pasar.

"‎Jangan sampai target swasembada dibuat agresif dan cenderung mengulangi kekeliruan yang terjadi di masa lalu, di 5 tahun kedua SBY ada juga target swasembada yang dibuat pemerintah‎," kata Syarkawi.

"Memang menutup impor itu tidak mungkin dilakukan terhadap daging, karena terlalu banyak persoalan," tambah dia.

Demi swasembada di era Presiden SBY, pemerintah memutuskan untuk mengurangi impor 10 persen tiap tahunnya, selama 5 tahun pemerintahan. Padahal pada 2009 lalu, tingkat impor daging masih mencapai 60 persen‎. Pengurangan impor berlebihan malah menciptakan kartel dan pemerintah harus menghindari hal ini.

"Artinya dibagi dengan pertumbuhan populasi sapi lokal akibatnya akan terjadi kelangkaan. Ini yang kita sampaikan ke Wapres bahwa jangan sampai hal-hal di masa Lalu sudah pernah terjadi berulang lagi sekarang, sehingga enggak menciptakan kelangkaan‎," tandas Syarkawi.‎ (Silvanus Alvin/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.