Sukses


Badan Pengelola Rusun Diusulkan Bersertifikat

Pemerintah provinsi DKI Jakarta diharapkan menerapkan sertifikasi terhadap seluruh badan pengelola rusun untuk hindari kesalahan manajemen.

Liputan6.com, Jakarta - Seluruh badan pengelola rumah susun (rusun) atau Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) di DKI Jakarta diusulkan wajib bersertifikat guna menghindari terjadinya mis management dalam pengelolaan gedung bertingkat. Baik itu pengelola rusun hunian maupun non hunian. 

Pengamat hukum properti, Erwin Kallo meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menerapkan sertifikasi terhadap seluruh badan pengelola rusun atau gedung bertingkat di Ibukota untuk menghindari terjadinya kesalahan manajemen dan pengelolaan yang asal-asalan.

"Menurut saya badan pengelola seluruhnya harus disertifikasi, diberi pelatihan bagaimana cara mengelola gedung bersusun dengan baik," ujar Erwin kepada Liputan6.com di sela-sela Musyawarah Nasional (Munas) Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) di Jakarta, Kamis (17/9/2015).

Selama ini, ungkap dia, banyak oknum PPPSRS bekerja tanpa profesionalisme. Sebagai contoh dalam rekrutmen pegawai, sistemnya tidak transparan. Bahkan tidak sedikit ketua PPPSRS yang memilih saudara-saudaranya untuk bekerja di situ, sehingga rawan terjadi permainan dalam pengelolaan rusun yang merugikan pemilik dan penghuni.

Sebagian besar masalah dalam pengelolaan bangunan bertingkat memang terletak dari sumber daya manusianya. Oleh karena itu, kata Erwin, dibutuhkan pelatihan, pembinaan dan sertifikasi seperti yang juga diberlakukan terhadap broker properti.

Selain perlunya sertifikasi terhadap badan pengelola, untuk menjamin kualitas pelayanan, Erwin Kallo mengusulkan agar setiap PPPSRS yang ingin mendapatkan pengesahan dari Gubernur DKI Jakarta, ditentukan agar mendapatkan terlebih dahulu rekomendasi dari P3RSI sebagai asosiasi resmi.

"Nantinya P3RSI membantu gubernur melakukan pengecekan, sehingga mempermudah kerja pemerintah provinsi," ungkap Erwin yang juga Ketua Pusat Studi Hukum Properti Indonesia itu.

Judicial Review

Terkait ada aturan yang melarang pemberian sertifikat untuk unit satuan rumah susun non hunian seperti perkantoran dan pusat perbelanjaan, Erwin mengaku perlu segera dicarikan solusinya.

Hal itu karena saat ini banyak konsumen (pembeli) murni rusun non hunian yang tidak dapat melakukan transaksi Akta Jual Beli (AJB).Keresahan ini berawal dari pendapatan Kabiro Hukum dan Kepegawaian Kemenpera kepada BPN DKI Jakarta yang berpendapat bahwa rusun non hunian tidak dapat dilakukan proses hak kepemilikan karena tidak diatur dalam Undang-Undang Rumah Susun (Rusun) No 20 tahun 2011. Dalam undang-undang itu hanya diatur mengenai rusun hunian dan rusun campuran.

"Kalau tidak diatur dalam UU Rusun, bukan berarti bertentangan kan? Tidak bisa diartikan tidak boleh atau dilarang. Karena di dalam PP No 4 tahun 1988 tentang Rusun itu rusun non hunian ada diatur, mengacu kesitu saja," tegas dia.

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi berpendapat, perlunya mengajukan uji materi (judicial review) terhadap UU Rusun tersebut. Titik yang perlu direvisi adalah mengenai aturan yang mempersulit gubernur mengeluarkan sertifikat untuk bangunan rusun komersial non-hunian.

"Pemprov DKI saya kira harus memprakarsai judicial review tersebut karena ini juga meresahkan masyarakat," kata dia.

Menurut Sanusi, peraturan tersebut selain merugikan konsumen, juga pengembang. Kalau dibiarkan dikhawatirkan akan membuka peluang gugatan kepada Gubernur DKI Jakarta."Pengembang itu membangun dengan izin pemerintah provinsi, ada izin yang harus dibayar. Begitu juga masyarakat sudah mengeluarkan dana untuk beli unit tersebut. Tapi ternyata sertifikat tidak keluar. Itu ada celah hukumnya," kata Sanusi. (Muhammad Rinaldi/Ahm)

Reporter: Muhammad Rinaldi

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Video Terkini