Sukses

Imbal Hasil Obligasi AS Setara dengan Dividen Saham, Apa Artinya?

Obligasi AS selama ini diburu investor karena memiliki profil risiko yang paling aman dibandingkan dengan instrumen investasi lainnya.

Liputan6.com, Jakarta - Imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat selalu jadi pilihan favorit investasi bagi investor seluruh dunia. Angkanya yang lebih tinggi dari dividen saham di Wall Street selalu membuat investor bersorak.

Tapi imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) yang berjangka waktu 10 tahun (US 10 year Treasury) terus mengalami penurunan dalam 35 tahun. Di tahun 80-an, imbal hasil obligasi jangka panjang AS masih di angka 14 persen. Namun di 2008, saat negara tersebut mengalami krisis, hingga saat ini, imbal hasil obligasi jangka panjang tersebut turun di kisaran 2 persen.

Imbal hasil obligasi jangka panjang AS tersebut saat ini sudah menyamai dividend yield atau keuntungan dari pembagian dividen dari indeks Saham S&P 500. Di tahun 80-an, dividend yield dari S&P 500 berada di kisaran 6 persen dan kemudian turun menjadi 2 persen sejak 2008.

Saat imbal hasil obligasi sudah sama dengan dividen saham di Wall Street, pertanda apakah ini?

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual menjelaskan, penurunan imbal hasil obligasi jangka panjang AS ini terjadi karena kenaikan harga dari instrumen tersebut. Sedangkan kenaikan harga terjadi karena memang permintaan juga tinggi.

Selama ini obligasi AS memang selalu diburu pelaku pasar khususnya bank sentral karena dianggap sebagai instrumen paling aman dan dijadikan sebagai instrumen save haven. Salah satu negara yang cukup banyak menyimpan obligasi AS adalah China. Saat ini China telah mendekap obligasi AS dengan nilai kurang lebih US$ 1,2 triliun.

"Selama ini obligasi AS selalu menjadi pilihan bagi bank sentral untuk dijadikan sebagai cadangan devisa," jelasnya. Bahkan, meskipun saat ini imbal hasil obligasi AS sudah berada di level sangat rendah yaitu di 2 persen namun nilai tersebut masih dianggap cukup memberikan keuntungan bagi investor.

"Jika dibandingkan dengan Jepang misalnya yang sudah mendekati 0 persen, imbal hasil obligasi Amerika ini masih lebih menarik. Kalau beli punya Jepang meskipun aman juga tapi justru malah rugi," tambahnya.

David melanjutkan, dengan bertemunya titik antara imbal hasil obligasi jangka panjang dengan dividend yield dari indeks S&P 500 tersebut juga menandakan bahwa obligasi AS telah terlalu mahal “Jadi bubble, harganya terlalu mahal. Sudah 30 tahun bullish,” tambahnya.

Chief Economist PT Danareksa Institute, Kahlil Rowter menambahkan, jika keadaan normal, seharusnya kondisi saat ini dividend yield dari S&P 500 berada di atas imbal hasil obligasi karena pasar saham memiliki risiko.

Dalam hitungannya, jika imbal hasil obligasi AS berada di angka 2 persen maka jika ditambah dengan profil risiko dari saham sekitar 2 persen hingga 3 persen maka dividend yield S&P 500 ada di level 5 persen.

“Tapi karena sejak 2008 ekonomi Amerika mengalami penurunan maka dividen dari perusahaan-perusahaan yang masuk dalam daftar S&P 500 juga tidak bisa naik,” jelasnya.

Kahlil melanjutkan, masalah imbal hasil obligasi AS ini juga membuat membuat Bank Sentral AS sulit untuk menaikkan suku bunga. Saat ekonomi China sedang mengalami penurunan, Bank Sentral China memilih untuk melepas beberapa kepemilikan mereka akan US treasury tersebut.

“Nilainya kurang lebih sekitar US$ 200 miliar sehingga saat ini jadi hanya tinggal US$ 1,2 triliun,” tambahnya. Langkah otoritas moneter China melepas surat utang AS ini untuk menyerap dolar AS sehingga melemahkan yuan untuk mendorong ekspor.

Langkah pelepasan obligasi ini kemudian juga diikuti oleh beberapa bank sentral negara lain yang membuat harga turun dan imbal hasil naik.  “Akhirnya terjadi instabilitas di Amerika sehingga berpeluang meningkatkan volatilitas harga dan imbal hasil obligasi. Oleh sebab itu The Fed belum bisa menaikkan suku bunga,” tuturnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini